Thursday, August 23, 2007

kubunuh kau tuhan!!

kubunuh kau tuhan!!
yang sudah melemparkan api dalam dada terbatas ini
baranya menyengat, bukan aku ragawi
tapi membakar seluruh naluri
mengerinyut mengejang hingga tak lagi rasa
selain bakaran cinta, dan hasrat

kubunuh kau tuhan!!
jika aturan pembatas ini kau yang ciptakan
kubunuh kau tuhan!!j
ika kau syaratkan aku harus mengatur cinta
.....

Aku tulis puisi ini spontan bersumber dari banyak kata yang sudah aku baca hari ini. Gara-gara Niko lewat milist cerita dengan mengutip lengkap surat dari Lan Fang, seorang penulis. Surat ini ditujukan sebagai protes untuk Pikiran Rakyat. Aku cuplik sedikit surat itu dengan tambahan dalam kurung dariku sendiri :
......
MALAIKAT (Ditulis oleh Syaeful Badar)
Mentang-mentang punya sayap
Malaikat begitu nyinyir dan cerewet
Ia berlagak sebagai mahluk baik
Tapi juga galak dan usil
Ia meniup-niupkan wahyu maut
Ke saban penjuru.

Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) cabang Bandung merasa “ternganggu” dengan dimuatnya puisi ini (dimuat di Pikiran Rakyat) karena memiliki tafsir yang berbeda. Dan dari sisi keimanan, DDII menganggap bahwa puisi ini “berbahaya” karena meremehkan/melecehkan esensi malaikat sebagai sesuatu yang selama ini kita sepakati bersama sebagai sesuatu yang suci. Sehingga membuat teguran keras kepada Pikiran Rakyat yang berefek Bpk. Rahim Asyik (yang mengasuk rubrik Khazanah) diberhentikan dari Pikiran Rakyat.
....

Ah, sedih berurai air mata aku di pojokan sini. Puisi! Bahkan ruang paling pribadi ini mau diotak-atik. Puisi menurutku tidak harus pakai agama, tidak mesti pakai etika atau logika. Puisi, itulah ruang dimana keliaran bisa hidup. Puisi, itu hak asasi. Puisi, deretan yang setiap manusia boleh pilih mau pakai huruf atau kata yang mana dan disusun bagaimana. Jika ada yang salah menafsirkan sebuah puisi, bukan pembuat puisi itu yang salah. Puisi mendapatkan kedalamannya hanya oleh sang pembuat. Orang lain gak usah mikir deh. Cukup rasakan! Siapa tahu bisa belajar dari sana!

No comments:

Post a Comment