Untung tak bisa diraih, malang tak bisa ditolak. Pagi-pagi 26 Desember 2020 kami sudah nyaris siap ketika sopir travel bilang sudah dekat dengan rumah. Weih, tepat waktu bener si sopir. Pas pukul 08.00 dia menjemput sesuai janjinya. Mobil itu sudah berisi satu penumpang seorang bapak duduk di posisi paling belakang. Kami berlima itulah penumpangnya, sehingga mobil cukup longgar dan nyaman. Mobil hanya berhenti 3 kali: isi bensin, makan siang di daerah Sumberjaya dan saat menurunkan si bapak tak terlalu jauh dari tempat makan. Setelah itu hanya kami berempat plus sopir yang ada dalam mobil.
Sampai di Homestay Piknik Liwa pukul 13.00. Dan hujaannnn.... Deras pula. Waduh. Si Komenk sudah menunggi di tempat penginapan dengan wajah sedikit cemas. Kalau tetap hujan alamat kami semua tak mungkin pergi ke destinasi yang sudah direncanakan karena tempat-tempat itu wisata alam terbuka. Pasti basah kuyup dan licin.
"Kami istirahat saja dulu. Nanti jam 14.00 kita lihat cuacanya lalu kita rencanakan enaknya bagaimana."
Itulah yang kami lakukan. Sampai jam 2 siang hujan masih lebat. Aku dan mas Hendro membuat kopi. Nah wajib ini. Liwa itu daerah kopi jadi kudu ngopi. Dan cangkirnya batok-batok kelapa yang keren. Wah.
Kami membawa cangkir kopi ke bawah bertemu Komenk dan Eka Fendi pemilik homestay di ruang tamu untuk atur rencana. Hujan masih turun deras. Diselingi obrolan segala macam mulai dari wisata Liwa, budaya dan seni, makanan-makanan menarik di Lambar dan seterusnya, aku juga menyerahkan beberapa bukuku untuk ditaruh di perpustakaan mini yang mereka punyai.
Jam 15 lewat hujan mereda. Kami pun sepakat untuk segera memulai perjalanan di seputaran Liwa. Yang pertama dikunjungi adalah Kubu Perahu, yaitu kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Perjalanan sekitar 30 menit ke arah Krui, macet beberapa menit karena ada tanah longsor yang sedang dirapikan kembali dengan alat berat.
Sampai di gapura Kubu Perahu, Komenk menawari kami jika berminat untuk pesan makanan di salah satu warung sebelah loket untuk di makan dekat sungai. Pas banget memang aku mulai kerasa lapar karena siang hanya diisi roti dan telur rebus serta beberapa suap ngincip makanan-makanan cowok-cowokku. Jadi kami pesan di Dapur Sepapah, nasi liwet, ayam goreng, lalapan lengkap. Itu menu terakhir yang mereka miliki.
Setelah membayar biaya masuk di loket kami mengitari lokasi Kubu Perahu, sekitar sungai lalu masuk sebentar ke hutan. Sayang sekali sudah sangat sore dan usai hujan sehingga kami tak mungkin melanjutkan perjalanan hingga ke air terjun. Kami jalan masuk menanjak sampai jalan semen habis lalu balik badan. Konon untuk sampai ke air terjun membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam lewat jalan setapak tersebut. Ada dua air terjun di situ, disebut sebagai Sepapah Kiri dan Sepapah Kanan. Mas Hendro langsung mencatat: itu destinasi untuk kali berikut.
Saat kami turun, langit semakin gelap karena sudah semakin sore dan mendung. Makanan dari Dapur Sepapah sudah siap santap di salah satu pondok dekat sungai. Setelah ke toilet sebentar, berempat langsung menyerbu makanan yang tersedia. Suerrr... enak banget. Serba pas. Pas lapar, pas hujan, pas anget, .... nasi liwet yang harum, ayam goreng yang gurih masih bonus tempe tahu goreng dan sambel yang tidak terlalu pedas. Mantap pokoknya. Puas banget....
Usai makan, menyelesaikan semua tagihan di Dapur Sepapah plus beberapa obrolan pendek kami lanjut ke tujuan kedua, Kebun Raya Liwa. Tapi jelas tak mungkin masuk kebun raya karena jam sudah lewat dari jadwal kunjung. Dalam gerimis tipis kami foto-foto saja di tempat parkir, minimal kami tahu di situlah Kebun Raya Liwa. Catatan kedua Mas Hen: dikunjungi di lain kesempatan..
Usai itu kami kembali ke homestay, hawa Liwa yang sejuk mulai berubah menjadi lebih dingin. Komenk tanya apakah kami masih ingin keliling Liwa saat malam, aku sudah ndak ada niat sama sekali, Sudah pengin mandi dan berbaring.
Malam menjelang jam 21.00 saat kami semua sudah bersih dan berbaring, si Albert yang punya ide untuk keluar cari makan. Untung si Eka Fendi punya motor yang boleh dipinjam sehingga Albert dan bapaknya bisa keluar mencari makan sekaligus mengintip suasana Liwa di waktu malam.
Gerimis masih berlanjut, dan makan sangat malam itu terasa nikmat dengan menu nasgor dan bandrek anget. Yup, hari pertama dipenuhi rinai hujan tapi toh tetep asyik.