Nah, Minggu 11 Oktober 2020 ini menyajikan rute asyik mantap di perbukitan Taman Hutan Rakyat (Tahura) Wan Abdul Rachman di Pesawaran. Medannya naik turun bukit dan beberapa kali mesti melewati sungai atau jalan yang terjal. Dalam rute lalu aku tak terlalu merasakan relasi para pesertanya, kali ini aku benar-benar merasakan tentang friendship yang terbangun di antara peserta.
Tentu saja aku belum banyak kenal dengan orang-orang yang ada di sana. Paling hanya dengan Pak Amir, Ci Merling, Pak Gamat dan putranya, Pak Hadi, Ko Fenliong, Ko Kipeng, mbak Eka, dan sebagainya. Itu pun baru kenal-kenal gitu saja. Hebatnya, dalam rute naik turun yang licin basah ini, rasanya semua orang adalah saudara, semua orang adalah sahabat.
Ketika aku terlihat kesulitan melewati jalan yang curam, selalu saja ada orang-orang yang mengulurkan tangannya membantuku. Juga ketika tahu aku terpleset-pleset, mereka dengan enteng mengulurkan bantuan. Jika tidak pun mereka memberi warning supaya aku hati-hati saat melewati jalur tertentu. Bahkan ketika terlihat aku melambat atau tampak lemas, mereka meneriakiku untuk semangat. Padahal mereka pasti belum kenal siapa aku.
Setelah sampai di garis finish Ko Kipeng yang ceria itu pun masih menyambut gembira walau aku tahu dia pasti juga capek, dan kakinya mengucur darah karena digigit pacet yang ditariknya paksa. Pak Amir langsung memberitahu dimana aku bisa ambil makanan, lalu beberapa orang menyapa sambil makan suka-suka di sekitaran lokasi, tersebar mencari posisi paling nyaman.
Beberapa semangat juga muncul dalam percakapan-percakapan. Banyak diantara mereka memang hobi olahraga. Tubuh mereka terjaga dengan baik. Dan keseimbangan seluruh tubuh pun tertata, bukan hanya secara jasmani ragawi tapi juga secara rohani hati pikiran sosial. Rasa salut tumbuh dengan kuat. Bayangin, mereka rata-rata sudah berumur, tapi tubuh penuh vitalitas dan kegembiraan.
Saat aku melihat salah satu ibu, aku memanggilnya Oma, aku langsung menghampirinya. Saat di pertengahan jalan nanjak, ibu ini jalan dengan tongkat mendahuluiku. Dengan hormat kupanggil akrab:
"Oma jalan cepat sekali. Setelah nyalip kami tahu-tahu kok ilang."
Oma yang kumaksud tertawa dengan ceria, dan otomatis semangatnya itu menular padaku. Beberaa orang yang ada di situ langsung menyambut menyetujui kalau si ibu itu memang jalannya cepat.
"Saya juga tadi sempat noleh kok kalian ndak kelihatan lagi di belakang."
Tentu saja. Aku sempat terpeleset dan duduk beberapa saat. Setelah itu jalanku yang seperti siput semakin melambat. Pikiranku yang underestimed sebelumnya karena melihat mereka yang lebih tua dariku, jalan pakai tongkat, dan seterusnya spontan hilang. Mereka masih sesegar itu di garis finish, mosok aku mau mengeluh-ngeluh karena terpeleset atau ngos-ngosan saat tanjakan. Ya ampun.
Juga seorang bapak tiba-tiba menghampiri, bercerita kalau sampai kini pun masih terus berlatih fisik tiap hari, bahkan masih mengikuti event-event lari maraton. Wow. Pokoknya aku kalah jauh dari mereka, dan tak seharusnya berpikiran underestimed kalau belum kenal, apalagi sampai sombong ini itu. Kekuatan persaudaraan atau persahabatan itu sungguh-sungguh nyata.
Dan inilah unsur yang penting dari LHHH. Aku dikuatkan darinya. Friendship.
No comments:
Post a Comment