Banyak percakapan dengan Den Hendro atau siapapun aku selalu menyiratkan diri ingin jadi "Aktifis lalulintas". Berkendara aman, menggunakan jalan sebagai lalulintas yang aman, bagi setiap makluk.
Pagi ini reputasiku tercoreng gara-gara tidak melihat lampu menyala merah di Pasirgintung. Aku hanya melihat mobil biru di depanku melaju dan aku ngikut di belakangnya. Tahu-tahu di depanku ada polisi (untung gak ketabrak, karena aku siap ngegas. Sudah buru-buru, Albert bisa telat masuk sekolah!)
Wajahku yang bengong dibalas dengan pelototan tak ramah seorang polisi yang cukup senior.
"Tidak lihat lampu merah?!"
Aku menggeleng-gelengkan kepala, membuat dia kelihatan semakin murka.
"Lampu merah diterjang. Bagaimana?! Minggir!"
Dia mengarahkan aku ke sebelah kanan.
"Tidak melihat. Sungguh. Mobil biru tadi..."
"Tidak lihat bagaimana? Itu lampu merah!"
Aku tidak punya waktu lama. Jadi aku mengambil dompet, menunjukkan SIM dan STNK sembari sekilas melihat tanda namanya.
"Pak Herman, maaf..."
Wajahnya agak melunak. Dicermatinya SIM dan STNKku.
"Kerja dimana?"
Wajahnya lebih ramah.
"Tinggal di Polri? Dekat Cokro?"
Jelas ada senyum di wajahnya.
"Ya, Pak Herman. Maaf, sungguh aku gak lihat tadi."
"Ya sudah. Hati-hati. Silakan. Jangan lagi!"
Disodorkan dokumenku dan mempersilahkan aku pergi. Huff, thanks God! Albert protes berat karna dia sudah telat. Tapi dia pun heran bagaimana aku bisa lepas dengan mudah. Terlewati. Tapi reputasiku sebagai pengendara dan pengguna jalan raya, serta calon aktifis lalulintas tercoreng parah. Ahhh...
No comments:
Post a Comment