Jangankan melihat ulat bulu, membayangkan, memikirkan, atau bahkan membicarakan atau menuliskannya seperti ini sudah membuat bagian-bagian tertentu tubuhku gatal dan merinding. Mengapa fenomena aneh ini muncul di berbagai tempat di Indonesia justru tentang ulat bulu? Agak sulit memikirkannya lama-lama karena aku terus bergidik. Tapi point-point penyebab merebaknya ulat bulu:
1. Hujan berkepanjangan. Kupu-kupu biasanya muncul saat musim kemarau tiba.
2. Tidak ada mata rantai pemakannya. Burung, kadal dll semakin habis.
3. Ketidak seimbangan siklus semesta. Ini mengerikan, karena berarti bukan hanya tentang ulat bulu tapi juga tentang hal-hal lain.
Sekarang jadi mikir egois, takut pada ulat bulu atau mau berpikir lebih luas tentang sosial dan ciptaan keseluruhan? Ini pasti ada kaitan dengan pola hidup manusia kini. Yukk, koreksi diri sendiri. Mulai dari cara makan (manusia tuh rupanya makan segala hal, sedang makluk lain sangat terbatas menunya. udah terbatas makanannya, dimakan pula sama manusia) Lalu juga cara bersikap terhadap tanaman dan hewan. Kita mulai dari kita masing-masing. Sementara aku masih egois banget karena aku sangat takut pada ulat, apa lagi ulat bulu. (Ulat beras yang kecil itu saja bisa membuatku semaput. Aduh!)
No comments:
Post a Comment