Nonton Tanda Tanya seperti menonton potret Indonesia masa kini dalam keberagaman agama, etnis, cara pandang, sekaligus potensi konflik di dalamnya. Film garapan Hanung Bramantyo ini dimulai dengan setting di sebuah area dekat Pasar Baru yang di kompleks ini ada masjid, gereja dan klenteng. Ditonjolkan etnis Jawa dan China, dalam tiga agama yaitu Islam, Katolik dan Konghuchu. Tokoh-tokoh di dalamnya digambarkan sedemikian rupa sehingga aku dapat menangkap mereka seperti orang-orang yang pernah aku kenal, aku temui atau aku lihat.
Misalnya Menuk, seorang soleha Muslim yang taat beragama namun bekerja di restoran Kanton yang menyediakan juga masakan babi. Dia loyal terhadap majikannya, Tan Kat Sun, sepenuh hati seperti orang-orang Jawa yang mengabdi, kadang naif namun teguh pendirian.
Soleh, suami Menuk, adalah seorang pencemburu. Dia ingin berpegang pada agamanya, namun dia dikendalikan oleh hatinya. Dia masuk sebagai Banser NU, dan mati karena bom yang ditemukannya di dalam gereja saat malam Natal.
Hen adalah anak Tan Kat Sun, yang tak bisa memiliki Menuk. Dia jadi sinis pada semua orang dan ngawur dalam egoisnya. Namun perjalanan hidupnya, kematian bapaknya, dan dorongan dari ibunya untuk memilih, membuat dia masuk Islam.
Tan, seorang penganut Konghuchu, pemilik restoran Kanton, sekuat tenaga ingin toleran pada karyawannya yang banyak muslim, dan juga masyarakat sekitarnya. Namun siapa yang bisa percaya pada China yang menyediakan babi di restorannya walau dia bilang wajan untuk memasak babi dan ayam dipisahkan, juga piring dan sendok, dan sebagainya? Adakah yang percaya walau dia membaca juga buku-buku tentang Islam supaya paham terhadap masyarakat di sekitarnya?
Rika, seorang janda satu anak bernama Abi bercerai karena tidak mau dimadu. Juga pindah agama Katolik karena ingin menemukan Allahnya yang Al-rahman, Al-rahim, Al-mukmin. (Aku tidak menemukan kata-kata pastinya, hanya berdasarkan ingatan.) Allah yang maha baik, maha kasih, maha merangkul...
Surya, ingin jadi artis. Selalu dapat peran piguran jadi penjahat. Sampai kemudian dapat peran utama, menjadi Yesus untuk pementasan Jumat Agung. Ustadnya menyakinkan dia bahwa Islamnya tidak akan berubah karena peran tubuhnya yang seperti itu. Dia semakin tekun belajar Islam dan semakin toleran setelah banyak peristiwa itu.
Ada tokoh-tokoh lain di situ, seperti Ustad dan Pastur. Mereka ditampilkan sebagai tokoh-tokoh sejuk. Ada juga tokoh-tokoh 'provokator' pertikaian seperti Doni, anak-anak muda tanpa nama, juga tukang gosip seperti Ibu Novi. Namun hingga bagian akhirnya aku hanya kepikir satu judul untuk film yang digarap penuh tanda tanya ini. UNHOPELESS. Itulah kata-kata yang kupilih untuk menggambarkan potret dalam film ini.
No comments:
Post a Comment