Wednesday, June 25, 2008
Menjilat Awan
Kemarin aku menjilat awan yang kebetulan lewat persis di depan hidungku. Kaki-kakinya pongah melayang tanpa sayap. Sengaja dia berjalan pelan-pelan supaya aku menggodanya. Kerlingannya tetap di sudut mata, bahkan ketika tubuhnya berputar. Tentu saja aku tergoda! Bagaimana tidak? Seluruh tubuhnya adalah tranparan selendang uap air yang gembung bergairah. Dia meliuk-liuk dengan tarian eksotis ke seluruh penjuru raga. Menciptakan bentuk-bentuk cantik dengan tarikan-tarikan gerak tanpa sudut. Sekali waktu dia akan lari menjauh, mengikut angin yang sudah menjadi kekasihnya dari awal mula. Sekali waktu dia mendekat dengan langkah-langkah centil. Kadang dia akan terbang sangat tinggi tidak terlihat ujung mata, tapi kemudian dia akan menghujam ke arahku. Tepat di ubun-ubun, sehingga pecah berantakan bentuknya. Lalu tawa terkekeh-kekeh renyah dari segala penjuru hingga kemudian dia mengumpul kembali dalam bentuk yang paling anggun. Dekat di depan dadaku, siap untuk dipeluk. Seribu tangannya akan menggelitik seluruh inderaku, dengan nafsu. Hingga mau tidak mau, lidahku terjulur. Menjilatnya...
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Pelan tapi pasti kuseret kakiku di cela-cela lorong hantu di dalam bangunan itu. Sesekali kulemparkan sebelah tanganku di dinding-dinding tembok itu. Perlahan dari jauh suara-suara aneh menggema, memenuhi liang-liang dalam kupingku. Sepasang biji mataku tak berani menyapu seluruh pemandangan yang terjadi disekelilingku. Aku tersentak, dan tak sadar berteriak, ketika sesosok bayangan merah kekuningan melintas didepanku... dan...
ReplyDeleteHe...intermezo mbak Yuli. Cuma mau kasih aplus aja atas postingan barunya. Membaca judulnya saja orang akan tertarik ingin mengetahui isinya. Segera terbitkan novelnya, aku yakin akan menguasai pasar. Luar biasa Yuli Nugrahani ini. Dua jempol untuk anda...