Friday, November 11, 2022

TAK BOLEH ADA SATU ORANG PUN MENJADI KORBAN PEMBANGUNAN KARENA TAK BISA MENGAKSES MANFAATNYA

 

Oleh Yuli Nugrahani

(Ketua Komisi Keadilan Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau (KKPPMP) Keuskupan Tanjungkarang)

Disampaikan dalam Pemetaan Isu Krusial dan Dukungan Laki-laki Pimpinan Partai Politik untuk Keterpilihan Perempuan Polisi Lampung di Pemilu Legislatif 2024 di hadapan para politisi perempuan Lampung, penggiat kemanusian dan media, bertempat di Whiz Hotel Bandarlampung, 10 November 2022. 

 

Saya pernah mengunjungi Cammilian Pastoral Care Center, di Lat Kratbang, pinggiran Bangkok, dua kali. Kesempatan pertama tahun 2011, lalu kedua tahun 2015. Detail-detail dari tempat ini cepat sekali menarik perhatian pengunjung, termasuk saya. Bukan karena keindahan atau luasnya atau desain mewah bangunan dan sebagainya, tapi karena rancangan bangunan yang begitu manusiawi untuk semua orang tanpa kecuali. Siapa pun yang hadir pasti merasa disambut sesuai kebutuhannya masing-masing. Seluruh bangunan terasa ramah bagi siapapun.

Tangga dengan ukuran tinggi yang bisa dilalui dengan mudah oleh anak-anak, perempuan bersarung, lansia, orang-orang dengan kebutuhan-kebutuhan khusus karena kondisi tubuhnya, orang-orang sakit dengan kondisi spesial, dst. Selain itu tiap tangga yang ada selalu dilengkapi dengan jalan landai yang memudahkan kalau ada orang yang harus pakai kursi roda atau membawa koper.

Lift yang dilengkapi huruf braille, juga ada suara, sehingga siapapun yang menggunakannya pasti mudah menemukan lantai mana yang dituju.

Ruangan-ruangan yang dilengkapi dengan furniture yang berguna sekaligus aman bahkan bagi orang yang bergerak dalam kursi roda. Setiap kamar mandi juga dilengkapi kursi plastik yang kokoh bagi yang Membutuhkan. Yang punya anak-anak berkebutuhan khusus pasti tahu kursi semacam itu sangat dibutuhkan.

Satu kesempatan dalam masa saya menginap di sana, sekelompok anak-anak termasuk yang berkebutuhan khusus, hadir menampilkan pertunjukan untuk kami yang hadir. Mereka rupanya sudah berlatih keras untuk menampilkan pentas yang menarik. Tarian, lagu dan juga melukis dalam iringan musik. Aduh, anak-anak yang luar biasa. Tarian yang indah. Yang berbeda dengan gerak dan ekspresi biasa dari orang kebanyakan. Mereka pasti telah bekerja sangat keras untuk gerakan-gerakan itu dan semua orang yang hadir mengapresiasinya.

Untuk Lampung, adakah tempat yang seramah itu bagi semua orang tanpa kecuali tanpa diskriminasi? Dengan demikian semua orang, justru yang paling miskin, paling tak punya uang, paling terpinggirkan, bisa terangkat kesejahteraannya dan semakin menjadi manusia.

Ini adalah salah satu contoh yang saya selalu ingin suarakan jika bicara tentang pembangunan, politik, maupun gerak politisi yang ada di dalamnya.

Keadilan dan kesetaraan gender maupun inklusi sosial mestinya ditandai dengan kesamaan mendapatkan akses manfaat terhadap pembangunan. Tidak boleh ada pengecualian. Siapa yang bertanggungjawab agar hal ini tercapai? Seluruh masyarakat, iya. Saya juga ikut dalam tanggungjawab itu sebagai ketua KKPPMP Keuskupan Tanjungkarang, plus apapun yang melekat pada saya (PUSPA Provinsi Lampung, Kopdit Mekar Sai, dst), maupun saya sebagai anggota masyarakat. Namun, para politisi yang memang sehari-hari bicara tentang hal ini dan hidup dari isu-isu sosial seperti ini, adalah orang-orang yang punya tanggungjawab lebih karena pengaruh dan fasilitas yang dimiliki, dan memang menjadi tujuan dari gerak politik.

Pertama, pemahaman terhadap kebutuhan-kebutuhan khusus semua orang tanpa kecuali harus bisa ditangkap oleh orang-orang yang bergerak dalam bidang politik, dimanapun perannya. Perempuan, anak-anak, maupun kelompok rentan lainnya mesti dikenali kebutuhannya karena kekhasan mereka masing-masing yang melekat.

Kedua, pengetahuan akan hal itu harus disuarakan sehingga masuk dalam kebijakan-kebijakan anggaran, pembangunan, program kegiatan dan sebagainya. Misalnya, tak mungkin melibatkan perempuan dalam pelatihan peningkatan kapasitas jika tidak difasilitasi kesulitannya, seperti waktu, tanggungan anak, dst.

Ketiga, memastikan bahwa kebijakan yang berperspektif gender itu dijalankan dengan sungguh-sungguh, dengan support penuh, disertai tahapan-tahapan yang jelas, terencana dan terukur. Tidak hanya basa-basi saja.

Dengan demikian tak ada lagi perempuan dan kelompok rentan yang menjadi korban kekerasan atau human trafficking atau bentuk ketidakadilan lain, karena keterbatasannya, karena orang lain maupun karena sistem yang berlaku. Dan Lampung, bahkan Indonesia, menjadi rumah bersama bagi semua orang tanpa terkecuali, tanpa diskriminasi.

***

Bandarlampung, 10 November 2022

No comments:

Post a Comment