Setelah mandi kemarin sore, aku berbaring di dekat Bernard yang sedang asyik dengan game hpnya. Meluruskan pinggang pegel. Aku ambil buku dan mulai membaca lagi Perempuan Penunggang Harimau, sampai di halaman 403, tentang kematian Sekeghumong. Iseng aku nowel Bernard:
"Nard, pernah mengalami peristiwa mistis ndak?"
"Pernah." Matanya tak beralih dari layar HP. Aku langsung meletakkan buku, dan serius ingin mendengarnya.
"Di mana?"
"Di rumah ini. Di kamar mandi depan." Rumahku punya dua kamar mandi yang berdampingan. Kamar mandi yang pertama menghadap ke ruang depan, kami biasa sebut sebagai kamar mandi depan.
"Ohya? Seperti apa kejadiannya?"
Dia ini tetep memandang hpnya sambil pencet-pencet main game. "Waktu itu aku masuk kamar mandi, bu, terus pup. Banyak tahinya karena sakit perut banget. Nah, waktu menekan tombol flush, tiba-tiba... tahinya ilang! Menghilang begitu saja."
Aku melotot. Yaelah. Kurang ajar nih anak. Kujedut pake buku tebalnya Dhoni. Huh. Dasar. Ngerjain ibunya. Udah gitu wajahnya tetep serius di hp lhooo....
Friday, July 27, 2018
Thursday, July 26, 2018
Pekerjaan Luar Biasa
Ini pekerjaan apa cobaaa? Butuh ketelitian, ndak usah cepat-cepat, pokoke jadi.
Pekerjaan yang tak biasa, yang luar biasa.
Coba tebak: Apa yang sedang kubuat tuh?
Pekerjaan yang tak biasa, yang luar biasa.
Coba tebak: Apa yang sedang kubuat tuh?
Thursday, July 05, 2018
Putus Saja!
Beberapa perjalanan kutunda dulu penulisannya. Ndak mood. Lebih baik kutuliskan yang masih segar baru kualami dan aku tak mau lupa.
Kemarin aku pulang kantor dijemput Albert. Mumpung diboncengin, aku minta dia mampir ke Aladin untuk mencari gelas jelly dan sendoknya. Setelah itu dia bilang bahwa jam 16.30 harus ke Moka untuk ambil HPnya yang sedang diservis. Okey. Karena masih ada waktu sejam lebih maka kami menunggu di Mi Godhog Pak Karso.
Setelah bla bla bla segala urusan Albert selesai (hihihi males nulisnya. urusan-urusan ribet yang bikin ndak sabar), kami pulang. Diboncengi Albert tuh agak serem karena motor bisonnya sangat tinggi. Kalau naik pun aku harus minta dia miring ke kiri. Kalau tidak, aku sulit untuk naik. Serem-serem sedap karena apa yang menurutku ngebut, menurut Albert tidak. Huh. Bahkan dia bisa-bisanya lewat pinggir jalan yang sempit biar ndak kejebak macet Unila, padahal motornya kan segede itu. Oalah.
Nah, point dari judulku itu muncul di puteran balik dekat rumah. Motornya tiba-tiba mogok pas tengah jalah! Aku menahan diri tidak teriak walau aku panik banget. Si Albert dengan tenang mendorong motor pakai kakinya dengan kami masih di sadel motor! Itu kan berat! Dan jalan ramai. Oalah. Beberapa mobil mengklakson dengan heboh. Aku tutup mulutku jangan koment, hanya mencengkeram pinggangnya.
"Kok iso lho Bert."
"Habis bensin kayaknya, bu."
"Yang bener saja. Masa ndak dicek dulu tadi2. Lagian tuh penandanya kan kau bisa lihat."
Dia nyengir saja. Minta HPku untuk nyenterin tangki bahan bakar. "Masih bisa kok."
Dia nyoba ngeslah motornya beberapa kali, hidup, dan memiringkan motor supaya aku naik.
"Untung sama ibu. Kalau sama pacarmu, pasti ngamuk dia."
"Kalau dia marah karena soal sepele gini ya putusin saja."
"Enak aja kau ngomong main putus."
"Lha kalau untuk urusan gini saja dia ndak sabar, dia pasti ndak oke untuk jalan bareng hidup bareng."
"Masaaa?" Halah.
"Iyalah."
Dia santai saja lalu membelok ke SPBU dekat rumah. Aku bilang untuk ngasih sepuluh ribu untuk bensinnya. "Kukira isi full. Ih ibu mah. Cuma sepuluh ribu."
Terpaksa kujegug kepalanya lalu kuangsurkan 20 ribu padanya. Nooo...kutambahin.
Dalam perjalanan pulang aku mikir-mikir pikiran Albert soal putus. Hmmm...
Kemarin aku pulang kantor dijemput Albert. Mumpung diboncengin, aku minta dia mampir ke Aladin untuk mencari gelas jelly dan sendoknya. Setelah itu dia bilang bahwa jam 16.30 harus ke Moka untuk ambil HPnya yang sedang diservis. Okey. Karena masih ada waktu sejam lebih maka kami menunggu di Mi Godhog Pak Karso.
Setelah bla bla bla segala urusan Albert selesai (hihihi males nulisnya. urusan-urusan ribet yang bikin ndak sabar), kami pulang. Diboncengi Albert tuh agak serem karena motor bisonnya sangat tinggi. Kalau naik pun aku harus minta dia miring ke kiri. Kalau tidak, aku sulit untuk naik. Serem-serem sedap karena apa yang menurutku ngebut, menurut Albert tidak. Huh. Bahkan dia bisa-bisanya lewat pinggir jalan yang sempit biar ndak kejebak macet Unila, padahal motornya kan segede itu. Oalah.
Nah, point dari judulku itu muncul di puteran balik dekat rumah. Motornya tiba-tiba mogok pas tengah jalah! Aku menahan diri tidak teriak walau aku panik banget. Si Albert dengan tenang mendorong motor pakai kakinya dengan kami masih di sadel motor! Itu kan berat! Dan jalan ramai. Oalah. Beberapa mobil mengklakson dengan heboh. Aku tutup mulutku jangan koment, hanya mencengkeram pinggangnya.
"Kok iso lho Bert."
"Habis bensin kayaknya, bu."
"Yang bener saja. Masa ndak dicek dulu tadi2. Lagian tuh penandanya kan kau bisa lihat."
Dia nyengir saja. Minta HPku untuk nyenterin tangki bahan bakar. "Masih bisa kok."
Dia nyoba ngeslah motornya beberapa kali, hidup, dan memiringkan motor supaya aku naik.
"Untung sama ibu. Kalau sama pacarmu, pasti ngamuk dia."
"Kalau dia marah karena soal sepele gini ya putusin saja."
"Enak aja kau ngomong main putus."
"Lha kalau untuk urusan gini saja dia ndak sabar, dia pasti ndak oke untuk jalan bareng hidup bareng."
"Masaaa?" Halah.
"Iyalah."
Dia santai saja lalu membelok ke SPBU dekat rumah. Aku bilang untuk ngasih sepuluh ribu untuk bensinnya. "Kukira isi full. Ih ibu mah. Cuma sepuluh ribu."
Terpaksa kujegug kepalanya lalu kuangsurkan 20 ribu padanya. Nooo...kutambahin.
Dalam perjalanan pulang aku mikir-mikir pikiran Albert soal putus. Hmmm...
Subscribe to:
Posts (Atom)