Dua hari ini, kemarin dan tadi, aku melayat dua orang yang membuatku senang saat menyentuh jenasahnya. Senyum menghias bibir mereka, wajah yang bersih dan aroma yang harum. Kemarin aku melayat Pak Haslie, seorang bapak di Tanjungsenang yang umurnya sekitar 90 tahun. Tadi aku melayat Pak Sukemi, seorang bapak di Kedaton, yang umurnya mungkin 70an tahun.
Kebiasaanku saat melayat adalah menyentuh tangan jenasah (kalau keluarga membuka jenasahnya dan mengizinkan untuk disentuh). Ini kebiasaan yang muncul entah sejak kapan karena seingatku dulu aku takut kalau berdekatan dengan jenasah. Nah sekarang aku tak takut lagi, bahkan kalau aku belum menyentuh jenasah saat melayat kayak ada yang kurang walau aku juga berdoa tidak lama pada kesempatan melayat.
Pak Haslie dan Pak Sukemi, semoga jiwanya bahagia di surga, adalah dua orang yang tak kukenal baik saat masih hidup. Dengan pak Haslie aku pernah ketemu saat aku berkunjung ke rumah anaknya, sudah dalam kondisi pikun, tapi tetap menyambut ramah kunjungan dan sapaanku. Pak Sukemi tidak pernah kukenal semasa hidupnya tapi aku kenal anak sulung dan keluarga-keluarganya.
Mereka berdua tidak menimbulkan miris sedih saat aku berdoa di samping jenasah. Mereka seperti tersenyum dalam tidur panjang. Saat aku memegang tangan mereka pun sepertinya mereka menyambut ramah. Hmmm. Doaku untuk jiwa-jiwa mereka dan semoga keluarganya mengenang mereka dengan baik bagi perkembangan hidup semua orang.
Thursday, July 13, 2017
Tuesday, July 11, 2017
Tidak Punya Kaki Pun Bisa Bergerak
Aku lupa apa yang kami percakapkan. Siang itu aku berbaring di dapur sambil membahas segala macam yang muncul di kepala. Mungkin salah satunya adalah perbincangan tentang waktu.
"Kita dikejar waktu. Waktu terus bergerak."
"Memangnya waktu punya kaki?"
"Banyak yang tak punya kaki tapi terus bergerak."
"Ohya? Apa misalnya?"
"Daun tuh bergerak padahal ndak punya kaki. Ikan juga bergerak walau tak punya kaki."
Oh, baiklah. Memang tak punya kaki pun tetap bisa bergerak. Aku tersenyum dan berguling mendekat tubuhnya.
"Kita dikejar waktu. Waktu terus bergerak."
"Memangnya waktu punya kaki?"
"Banyak yang tak punya kaki tapi terus bergerak."
"Ohya? Apa misalnya?"
"Daun tuh bergerak padahal ndak punya kaki. Ikan juga bergerak walau tak punya kaki."
Oh, baiklah. Memang tak punya kaki pun tetap bisa bergerak. Aku tersenyum dan berguling mendekat tubuhnya.
Subscribe to:
Posts (Atom)