Judul itu klise banget. Biasanya juga kurasakan biasa saja kalau ada ngomong begitu: "Aku kuat karena cinta." Huhuhu...
Tapi kemarin, Minggu, 20 Januari 2019 aku merasakan betul-betul bahwa kalimat itu bukan hanya sekadar kalimat klise. Cinta, memang sungguh-sungguh membuat kuat.
Sepulang dari Jakarta, kondisi capek dan kaki bengkak karena seharian tidak berbaring, aku langsung makan banyak dengan sisa sate yang ada di rumah, lalu berbaring diam-diam dekat Bernard. Badannya panas, tidak mau ngomong apa-apa, dan sesekali dia ke kamar mandi karena diare. Huft. Jarang sekali Bernard selemes itu, jadi aku hanya ingin diam di sampingnya. Tapi karena aku sendiri sangat capek, hanya beberapa menit aku sudah terlelap.
Hari minggu aku berharap Bernard sudah segar lagi. Aku sendiri merasa badan pegal-pegal, agak demam dan malas banget untuk beranjak dari kasur. Jam 8-an aku baru bangun dengan lemes untuk ngecek Bernard. "Makan ya Nard?" Tanyaku.
"Makan apa? Aku mau yang berkuah." Hmmm, baru sadar kalau aku belum masak dan tak punya bangan apa pun. Jadi segera masak nasi, cuci muka, ganti baju, mengeluarkan motor ke tukang sayur. Udah tuh, rasa capek dan demam langsung hilang. Tak terasa lagi. Masak dengan cepat sayur bayam, tempe, tahu, telur dadar dan manasin ikan lele sisa kemarin yang dimasakin Wawak.
Lalu merayu-rayu Bernard untuk makan agak banyak. Menyuapinya, sambil menawarin mau apa lagi, apakah mau jajanan, roti, susu dan seterusnya dan seterusnya.
Sampai sekarang saat aku menulis ini, aku udah lupa rasa capek dan demamku. Aku sehat karena memang harus sehat. Love you, Bernard.
Monday, January 21, 2019
Monday, January 07, 2019
Liburan Bersama Katherine Paterson
Katherine Paterson adalah kawan baik untuk liburan tenang pergantian tahun lalu, selain Pram, James, Dewi, Toto-chan, dan lain-lain. Ketemu dengan Katherine tidak sengaja. Pagi-pagi, aku membungkuk di rak novel. Dua buku ini bersandingan: Rebels of the Heavenly Kingdom dan Jacob Have I loved.
Aku ambil buku yang pertama sambi bertanya-tanya kenapa buku cerita ini ada di rak novel, karena nama Katherine Paterson kayaknya (ahhh...ndak yakin juga), adalah pengarang cerita anak. Huhuhu). Aku tak inget jalan ceritanya juga tokohnya. Pasti aku pernah membacanya dulu dan intuisiku menggolongkan buku itu di bagian novel, tapi aku tak ingat sama sekali.
Aku membacanya dalam waktu sehari, diselingi masak, makan, berkebun sedikit-sedikit dan chating sedikit-sedikit. Kisah yang mendebarkan, perjalanan seorang anak laki-laki bernama Wang Lee, perjumpaannya dengan Mei Lin, perjuangan bersama prajurit Kerajaan Surgawi yang aneh (bagiku), hingga kemudian pada akhirnya hidup di rumah masa kecilnya kembali. Hmmm..., ini kayak cerita untuk menegakkan kembali 'keyakinan' pada hakikatnya. Tidak untuk kekuasaan, untuk merebut negara, untuk menang dan merasa paling benar, menggunakan nama 'keyakinan' sebagai pembenar untuk segala hal itu. Wang Lee merasa perjuangan seperti itu tidak benar. Dan dia kembali. Menjadi manusia baru yang memulai lagi dari awal, dari cinta. Hehehe... aku mengomentari buku ini seolah-olah buku ini mudah diartikan demikian. Tapi memang menyenangkan membaca perjalanan manusiawi macam seperti ini ditulis oleh Katherine.
Juga buku kedua, judulnya seperti kalimat Ishak yang mengatakan: Aku mengasihi Yakub. Yakub ini salah satu dari anak kembarnya, Esau dan Yakub. Esau yang pertama lahir lalu Yakub. Dan Yakublah yang berlimpah perhatian dan kasih sayangnya.
Buku ini pun tentang dua anak kembar. Sarah Louis dan Caroline. Louis cemburu setengah mati karena seluruh perhatian sepertinya tertuju pada Caroline. Juga seluruh kasih sayang. Tapi dalam perjalanannya, pada bagian akhir buku, dia mulai melihat: apa yang dipikirkannya salah. Semua harus diawali dengan kehendaknya, bukan berharap dari orang lain. Ketika kehendak kuat, maka yang lain menjadi supporter, pendukung, pemerhati, penolong. Kesadaran itu yang mempengaruhi sikapnya sebagai Louis dewasa, seorang perawat di sebuah lembah.
Bayi kedua dari kelahiran kembar, ketika yang seorang begitu kuat dan yang seorang sangat lemah, membuat perhatian tertuju pada si lemah. Si kuat yang tidak dikuatirkan menjadi kesepian dan menganggap tak ada cinta baginya. Semua orang ingin dikuatirkan, ok, tapi jika suatu saat kau menemukan si kuat dan si lemah, rawatlah si lemah dengan baik dan jangan pernah lupa untuk memeluk si kuat.
Katherine berhasil mengharu biru hatiku dengan dua buku ini, terlebih saat itu aku sedang pada halaman-halaman pertawa pengulangan buku James. Sepertinya memang liburan ini aku mesti lebih mawas diri sekaligus bersantai dengan cara-cara sederhana seperti yang ditunjukkan oleh Katherine lewat dua bukunya ini. Hmmm, aku lupa apakah ada buku Katherine yang lain yang aku miliki. Ini macam perasaaan 'menyepelekan', padahal banyak hal luar biasa yang sudah aku dapatkan dari dua novel yang seringkali dikategorikan sebagai novel anak-anak ini. Thank you, Katherine. Liburan berikutnya moga menemukan bukumu yang lain di rakku.
Aku ambil buku yang pertama sambi bertanya-tanya kenapa buku cerita ini ada di rak novel, karena nama Katherine Paterson kayaknya (ahhh...ndak yakin juga), adalah pengarang cerita anak. Huhuhu). Aku tak inget jalan ceritanya juga tokohnya. Pasti aku pernah membacanya dulu dan intuisiku menggolongkan buku itu di bagian novel, tapi aku tak ingat sama sekali.
Aku membacanya dalam waktu sehari, diselingi masak, makan, berkebun sedikit-sedikit dan chating sedikit-sedikit. Kisah yang mendebarkan, perjalanan seorang anak laki-laki bernama Wang Lee, perjumpaannya dengan Mei Lin, perjuangan bersama prajurit Kerajaan Surgawi yang aneh (bagiku), hingga kemudian pada akhirnya hidup di rumah masa kecilnya kembali. Hmmm..., ini kayak cerita untuk menegakkan kembali 'keyakinan' pada hakikatnya. Tidak untuk kekuasaan, untuk merebut negara, untuk menang dan merasa paling benar, menggunakan nama 'keyakinan' sebagai pembenar untuk segala hal itu. Wang Lee merasa perjuangan seperti itu tidak benar. Dan dia kembali. Menjadi manusia baru yang memulai lagi dari awal, dari cinta. Hehehe... aku mengomentari buku ini seolah-olah buku ini mudah diartikan demikian. Tapi memang menyenangkan membaca perjalanan manusiawi macam seperti ini ditulis oleh Katherine.
Juga buku kedua, judulnya seperti kalimat Ishak yang mengatakan: Aku mengasihi Yakub. Yakub ini salah satu dari anak kembarnya, Esau dan Yakub. Esau yang pertama lahir lalu Yakub. Dan Yakublah yang berlimpah perhatian dan kasih sayangnya.
Buku ini pun tentang dua anak kembar. Sarah Louis dan Caroline. Louis cemburu setengah mati karena seluruh perhatian sepertinya tertuju pada Caroline. Juga seluruh kasih sayang. Tapi dalam perjalanannya, pada bagian akhir buku, dia mulai melihat: apa yang dipikirkannya salah. Semua harus diawali dengan kehendaknya, bukan berharap dari orang lain. Ketika kehendak kuat, maka yang lain menjadi supporter, pendukung, pemerhati, penolong. Kesadaran itu yang mempengaruhi sikapnya sebagai Louis dewasa, seorang perawat di sebuah lembah.
Bayi kedua dari kelahiran kembar, ketika yang seorang begitu kuat dan yang seorang sangat lemah, membuat perhatian tertuju pada si lemah. Si kuat yang tidak dikuatirkan menjadi kesepian dan menganggap tak ada cinta baginya. Semua orang ingin dikuatirkan, ok, tapi jika suatu saat kau menemukan si kuat dan si lemah, rawatlah si lemah dengan baik dan jangan pernah lupa untuk memeluk si kuat.
Katherine berhasil mengharu biru hatiku dengan dua buku ini, terlebih saat itu aku sedang pada halaman-halaman pertawa pengulangan buku James. Sepertinya memang liburan ini aku mesti lebih mawas diri sekaligus bersantai dengan cara-cara sederhana seperti yang ditunjukkan oleh Katherine lewat dua bukunya ini. Hmmm, aku lupa apakah ada buku Katherine yang lain yang aku miliki. Ini macam perasaaan 'menyepelekan', padahal banyak hal luar biasa yang sudah aku dapatkan dari dua novel yang seringkali dikategorikan sebagai novel anak-anak ini. Thank you, Katherine. Liburan berikutnya moga menemukan bukumu yang lain di rakku.
Subscribe to:
Posts (Atom)