Pemutaran film dan diskusi King of Krakatoa, bertempat di aula Dinas Kehutanan Propinsi Lampung, Sabtu, 29 Oktober 2016, sehari setelah peringatan Sumpah Pemuda. Acara dibuka oleh Ir. Sutono, sekda propinsi Lampung, ketua panitia Febrilia Ekawati (JPP), MC Intan dan Galih, teman-teman penuh energi yang dilibatkan saat waktu sudah sangat mepet. Thanks ya, guys.
Aku menjadi moderator untuk acara diskusinya dengan narsum Prof. Tukirin, seorang hebat yang menjadi alasan utama kegiatan ini terselenggara. Faiza dari INFIS, salah satu kru yang mengerjakan film ini. Rahmadi, editor Mongabay Indonesia yang memberikan support bagi film dan kegiatan. Teguh, kepala seksi konservasi wil III Lampung, BKSDA Bengkulu, dan tentu saja para partisipan yang keren, 300 orang lebih memenuhi aula.
Cerita lengkapnya sih susah untuk diceritakan sekarang, tapi baca saja rilis dari Rinda si koordinator JPP ya, kucuplikin dikit :
"Prof. Dr.
Tukirin Partomihardjo (63) adalah seorang peneliti dari Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang telah mendata suksesi
ekologi di kompleks pulau gunung api di Selat Sunda sejak 1981 hingga sekarang.
Dia menjadi satu-satunya ahli suksesi ekologi Indonesia yang memiliki catatan
rinci tentang perkembangan tanaman di kawasan itu dari tahun ke tahun. Lebih
dari 50 paper ilmiah tentang suksesi
ekologi di Krakatau telah dibuatnya.
Kita beruntung karena Krakatau
menjadi satu-satunya tempat di dunia yang terdata sejak peristiwa sterilisasi
dimulai hingga proses suksesinya. Dari perjalanan suksesi Krakatau, kita bisa
belajar tentang bagaimana hutan tropis yang kompleks itu terbangun, dimulai
dari perjalanan laba-laba ke pulau ini, diikuti munculnya lumut, paku-pakuan,
dan rumput sebagai pionir hingga terbentuknya hutan sekunder.
Dengan
terungkapnya informasi dan pengetahuan tentang suksesi ini, kita dapat
mempelajari dan merestorasi hutan yang rusak. Selain itu, kita juga bisa
belajar bahwa ada sedemikian banyak tahapan yang harus dilewati untuk membangun
ekosistem hutan sehingga kita harus hati-hati menjaganya. Dan yang terpenting,
kita tidak hanya memiliki Krakatau sebagai kekayaan, tetapi harus memahami dan
memanfaatkan kekayaan anugrah alam ini dengan baik.
Para peneliti
dari berbagai belahan bumi, berlomba menghubungi Prof. Tukirin, berharap
didampingi saat penelitian. Namun bagi kebanyakan peneliti Indonesia, Krakatau
adalah penelitian science for science yang tidak populer didanai
pemerintah sehingga jarang ada peneliti yang tertarik. Prof. Tukirin kuatir,
jangan-jangan suatu ketika nanti orang Indonesia harus ke luar negeri untuk
mendapatkan referensi, padahal Krakatau terletak di Indonesia."
Nah lalu JPP itu apa? Ini nih penjelasan dikitnya :
Jaringan Perempuan PADMARINI, adalah sekumpulan akademisi, aktifis,
jurnalis, dan seniman perempuan Lampung yang memiliki kepedulian dan bergerak
pada isu gender, lingkungan, sosial, pendidikan, seni dan budaya. Jaringan
Perempuan Padmarini didirikan dalam rangka mewujudkan ide-ide anggotanya untuk
kegiatan terkait riset dan publikasi isu-isu lingkungan dan perempuan melalui
penelitian, community development maupun seni budaya, dengan tujuan terwujudnya
hak-hak perempuan atas keadilan ekologi, kesetaraan pendidikan, kedaulatan
politik dan kemandirian.
Selebihnya, lihat nanti...