Tips 1 dan 2 bisa dilihat pada tulisan ini dan ini secara bebas. Sebenarnya aku sudah membuat satu bagian yang mengikat keduanya pada tulisan ini untuk memicu permenungan penting tidaknya umur panjang. Tapi aku juga tak mau menolak perjumpaan-perjumpaan asyik bersama orang-orang keren yang berumur panjang.
Kesempatan baru-baru ini kudapatkan dalam obrolan pendek bersama Robby Tulus, salah satu bapak dan guruku dalam pelajaran perkoperasian. Ini merupakan obrolanku secara langsung pun baru kemarin ini di sela-sela Break Out Seminar dalam rangkaian Loknas dan Ratnas Inkopdit di Grand Mercure, Bandarlampung, 26 - 27 Juni 2025.
Mendengarkan ceramah atau materi yang disampaikan beliau sudah kudapatkan beberapa kali. Mendengar namanya disebut sebagai referensi oleh orang-orang lain dalam konteks belajar koperasi sudah terlalu sering. Membaca beberapa tulisannya juga pernah. Nah, karena kemarin saat Loknas aku dapat tugas menjadi notulis, ada jarak yang lebih pendek kudapatkan. Di sela kegiatan, aku pura-pura minta foto selfie bersama beliau, tapi satu pertanyaan sudah kusiapkan:"Apa resepnya hingga pada umur 86 tahun Pak Robby masih begitu segar, lincah dan runtut?"
Robby Tulus mengisi banyak sesi dalam Loknas. Panitia begitu kurang ajarnya menempatkan beliau sebagai narasumber, moderator maupun penerjemah dalam banyak sesi. Astaggaaa. Awalnya aku berpikir kok ya kebangeten mereka ini. Itu butuh waktu, tenaga, posisi duduk lama, konsentrasi dan seterusnya dalam waktu yang panjang, lama. Kenapa tidak cari penerjemah lain, misalnya.
Tapi kekuatiranku sama sekali tak beralasan. Robby Tulus tetap pada vitalitasnya yang prima bukan hanya saat di panggung, tapi juga pada jam rehat. Beliau masih melayani orang yang minta foto, minta diskusi lanjut tentang ini itu yang belum terpuaskan saat sesi, juga masih melayani wawancara wartawan.
"Ah, tidak selalu baik-baik saja. Saya pernah sakit beberapa kali," ungkapnya jujur. Yeahhh, itu sangat wajar. Aku pun begitu bahkan di usia yang harusnya sangat produktif. Lalu apa? Robby masih melakukan perjalanan sendiri ke mana-mana. Tinggal di Kanada tapi sering ke Indonesia, ke banyak negara, banyak kota.
"Antusias. Kita harus antusias." Hmmm... aku berpikir tentang yang sudah kupikirkan. Ini istilah yang lebih tepat untuk merangkum tentang punya keinginan dan gairah mewujudkannya. Antusias menjadi satu kunci yang terus diproses oleh Robby. Secara kasat mata pun kita dapat melihat antusiasnya saat bercerita tentang sesuatu yang disukai.
"Kedua adalah moderate, moderasi." Sedang saja, seimbang, tidak berlebihan, tidak kurang. Robby masih menjalankan hobinya, beberapa jenis olah raga, jalan, makan, relasi sosial, dan seterusnya. "Kecuali saat di Indonesia. Saya bisa makan berlebihan saat di Indonesia." Katanya sambil tertawa. Iyalah, siapa yang bisa mengabaikan menu-menu Indonesia yang aneka rupa, full rempah full rasa. "Tapi nanti saya akan jalan dan kembali ke ritme biasa di Kanada. Jadi aman."
"Ketiga adalah positive thinking." Nahhhh... ini nih. Kalau aku menerjemahkan pada ukuran imanku, kata ini seperti gabungan antara cinta, iman dan harapan. Tak usah kuatir orang ngomong apa, terserah mau njelekin atau mau membenci. Tak usah kuatir esok hari aku bersama siapa di mana. Kesulitan hari ini selesai pada hari ini. Besok ada nikmat yang lain.
Aku mengangguk-angguk mendengarkan beberapa kisahnya, termasuk satu kisah lucu yang dia alami dalam proses berhenti merokok yang membuatku ngakak tak terbendung. Hmmm... aku ceritakan bagian ini nanti di judul yang berbeda. Tapi tertawa Robby pada kisah lucu yang memalukan pada dirinya sendiri merupakan bentuk penerimaan diri yang luar biasa. Aku masih belum bisa banyak bercerita tentang kisah-kisah memalukan yang pernah kualami. Kalau bisa ditutup rapet pet pet... jangan kebuka lagi. Ini, Robby bisa mengajak orang lain tertawa bersamanya atas peristiwa memalukan yang menimpanya. Robby sudah selesai dengan dirinya sendiri dan sampai pada kemerdekaannya. Pelajaran luar biasa.
No comments:
Post a Comment