Thursday, September 19, 2013

A part of Sri Lanka 4 : Transportation

(Kisah sebelumnya)

Aku berangkat ke Sri Lanka dengan memakai maskapai mereka. Pesawat Mihin Lanka ini terbang langsung dari Jakarta dan Medan. Tapi aku agak serem ngomongin pesawatnya. Bagiku pesawat selalu masih menjadi alat transportasi yang mahal entah seperti apapun bentuknya. Naik maskapai mana saja ya okey saja asal harganya yang paling murah, jadi aku tidak punya pilihan soal pesawat yang nyaman atau tidak.

Yang menjengkelkan dari pesawat Jakarta ke Colombo ini adalah penumpangnya yang tidak tahu keamanan penerbangan. Lah, aku setiap naik pesawat terus menerus doa tak henti-henti, dan hati-hati berlaku apapun, mereka ini (Sebagian adalah para tenaga kerja asal Indonesia dengan tujuan Kuwait, Dubay, Oman, Abu Dabi dan sebagainya. Sebagian yang lain wajah-wajah Sri Lanka dan India. Sisanya orang-orang macam aku.) Sudah diingatkan berkali-kali oleh pramugari soal HP, penutup jendela, sandaran kursi dan sebagainya sebelum take off, tetap saja mereka kekeh. Begitu pramugari pergi tulat tulit lagi padahal pesawat sudah nyaris terbang. Payah.
Super driver...

Okey deh, berikutnya bicara soal alat transportasi darat saja.

Pertama, bis umum. Yang banyak terlihat bis 'kotak-kotak' kayak bis yang sudah tua. Dari Bandaranaike International Airport, bis bisa jadi pilihan untuk menuju kota Colombo, tapi tidak untuk yang baru tiba di bandara petang dan malam. Bis semacam ini juga menghubungkan kota-kota yang ada di Sri Lanka, menjadi alat transportasi murah meriah bagi umum. Ohya, sopir di negara ini hebat-hebat. Gas pol, rem pol. Pertama kali naik aku pegangan erat, merem dan doa. Ngebut nian.

Pilihan kedua untuk menjangkau kota-kota di Sri Lanka adalah kereta api. Aku lihat rel-rel kereta api menjadi sarana untuk ini dan terus di bangun oleh pemerintah setempat hingga daerah pelosok. Misalnya waktu jalan ke Madhu dan Mannar, di beberapa tempat sedang disiapkan atau tengah dibangun rel kereta api ini.

Pilihan ketiga untukjarak pendek adalah three wheels alias bajaj. Di jalanan manapun kendaraan roda tiga ini aku lihat sedang jalan atau parkir. Aku curiga kendaraan ini bukan hanya untuk umum tapi sebagai kendaraan pribadi karena aku lihat banyak parkir juga di tempat-tempat yang bukan umum. Sayang aku lupa tanya.

Selebihnya, kendaraan pribadi berupa mobil cukup banyak di daerah perkotaan, tapi di pedesaan jarang banget kelihatan. Juga sepeda motor. Sangat jarang. Sepeda ontel atau jalan kaki masih sangat biasa dilakukan khususnya di pelosok-pelosok, dan ini sangat menyenangkan dilihat. Jalanan yang sempit tidak terasa menyulitkan karena memang masih sepi. Semoga mereka tidak berkembang seperti Indonesia yang komsumtif dan egois. Semoga mereka tetap fokus pada kendaraan massal macam bis dan kereta api sehingga tidak perlu macet dan banyak polusi. *** (Bersambung)

No comments:

Post a Comment