Friday, April 24, 2009

Conspiracy (3)

(Kisah sebelumnya.)
"Para Gopi adalah sahabat kita. Mereka teman-teman terbaik yang kita punyai, Lady. Bagaimana bunga-bunga bisa mekar ketika mereka datang, Lady ingat? Bagaimana kupu-kupu menari di mata putri ketika mereka berdendang, Lady ingat? Bagaimana air menjadi sejuk dengan sentuhan tangan mereka, Lady ingat?"
Suara Princes of Heart seperti lagu sayup-sayup di telingaku. Aku merosot lemah.
"Hei, hei. Tegakkan badan Lady." Bisiknya kembali. Aku melirik pada Brain yang juga tengah melotot padaku. Aku tahu dia paling tidak suka jika aku hilang kendali, tapi memang betul, sekarang aku sedang hilang kendali. Aku mau Dew, aku mau dia. Aku menutup mata. Ketika aku membuka mata, Brain sudah ada di depanku, berlutut dengan mata yang tajam persis pada mataku.
"Hei, putri. Dengarlah. Terus terang, bagi kami tidak penting Dew atau apapun yang lain. Bagi kami yang penting adalah dirimu. Kamulah yang harus kami jaga supaya tetap hidup dalam keseimbangan, karena ketika kamu hidup kami juga akan hidup. Jadi mulailah kembali sebagai putri dengan akal sehat."
Hah, aku sangat marah. Bagaimana mungkin dia bicara begitu padaku? Jika aku yang dia anggap penting itu sangat memandang penting pada sesuatu, maka sesuatu itu juga harus penting baginya. Bagaimana mungkin dia bisa bicara begitu?
Aku tidak sudi melihat wajah Brain yang kaku di depanku. Princes of Heart membisikkan sesuatu ke Brain, lalu memandangku dengan senyumnya yang lembut.
"Istirahatlah, Lady. Biarkan kami membahas ini untukmu. Kali ini, percayalah penuh pada kami. Tidurlah..."
Bagaimana mungkin aku tidur? Brain ternyata tidak bisa dipercaya untuk tugas ini. Dan tidak ada yang bisa menghiburku, satupun.
"Sudahlah, Lady. Tidurlah. Aku akan minta para dayang menyiapkan mimpi-mimpi dalam talam. Mimpi yang digoreng renyah, dengan taburan segala rasa di atasnya, seperti kesukaanmu. Ketika kamu bangun nanti, semua akan baik-baik saja. Ayolah..." Tangannya membimbingku meninggalkan rapat dengan para panglima itu. Brain terlihat menahan diri, tapi satu sikunya mencoba menopangku supaya aku cepat berdiri. Namun aku tidak mau menoleh padanya. Sikapnya yang tidak bersahabat itu sulit aku terima.
"Kau akan menemani ku?" Bisikku.
"Iya, jangan kuatir. Tapi begitu kau terlelap dalam mimpi, biarlah aku digantikan para dayang itu. Mereka lebih pintar meramu mimpi. Lady tinggal menggumamkan aku saja lewat tidur, pasti mereka sudah paham apa yang harus mereka hidangkan padamu."
"Tapi mereka kadang usil."
"Itu karena Lady sendiri usil menggumam yang aneh-aneh."
Princes of Heart menemaniku hingga tempat tidur, mengipas badanku dengan tubuhnya yang subur hangat, dan mengusap-ngusap mataku hingga terlelap. Aku siap bermimpi... (bersambung)

2 comments: