(Kisah sebelumnya.)
Nafas panjang membawaku pada kenangan beberapa lingkaran purnama yang pernah menghiasi mahkotaku. Sungguh, aku rindu Dew. Dia memiliki cawan-cawan yang ranum, ditawarkan padaku, untuk ku hirup. Menjadi penyegar bagi dahaga sepanjang pagi, siang dan malam. Dia memiliki wajah rupawan yang rela hati dipajang di pigura malamku.
"Hanya malam?" Pernah dia bertanya begitu. Aku tahu bahwa dia tahu persis tak akan mungkin hidup di siang istana dan taman sariku. Dia hanya bisa bertahan pada malam. Aku terjingkat mengingat hal itu. Apakah dia mungkin sakit hati karena tidak pernah aku junjung pada siang atau aku sapa pada pagi hari? Karena itu dia pergi?
Aku ingat pada suaranya, yang merayu mendayu minta dipuja. Dan aku memujanya.
"Tapi tak akan membasahimu, hem?" Dia merajuk. Ya, tentu. Hanya setetes kerling, tapi keindahannya mematri seluruh tubuhku. Ah, dia tidak percaya. Apa mungkin dia sudah bosan tidak percaya sehingga dia pergi?
Aku kibaskan dua pemikiran itu. Aku lebih suka membayangkan dia diculik. Iya! Pada satu malam yang lalai, ia telah diculik oleh rombongan Gopi, yang memang sering mampir di istanaku. Iya! Kenapa aku tidak berpikir itu dari tadi.
"Ini pekerjaan para Gopi!" Aku berteriak nyata di tengah lamunan. Brain dan para panglima yang sedang rapat itu menoleh cepat padaku.
"Ini pekerjaan para Gopi!" Aku berteriak lagi. Brain tidak menggeleng dan tidak mengangguk. Menoleh pada panglimaku yang paling lembut, Princes of Heart, yang langsung meludahkan senyum dan berjalan padaku.
"Betul! Ayolah, kalian harus percaya! Para Gopi yang telah menculik Dew. Kasihan dia!" Princes of Heart memegang kedua mataku, hingga mengalir gerimis di ujung-ujungnya.
"Kasihan dia. Kalian harus selamatkan dia. Selamatkan dari para Gopi..." Kini aku benar-benar menangis.
"Lady, tenanglah..." Katanya yang lembut malah membuatku semakin kencang menangis. Aku merasakan penderitaan yang teramat dalam. Dew, kau tidak apa-apa kan? Aku tidak tahan membayangkan Dew tidak selamat di tangan para Gopi.
"Lady, tenanglah..." Kali ini aku sudah dalam pelukan Princes of Heart, menekanku hingga aku tidak bisa lagi bicara. Aku tahu, saat seperti ini biasanya memberikan kelegaan yang rumit, ah, mungkin bukan lega, karena aku juga merasakan sakit... sangat sakit.
Tapi, baiklah, aku pasrah pada rangkulan ini. Tangan Heart menggerus, meremas seluruh wajahku, melumatkanku dalam air mata... (bersambung)
No comments:
Post a Comment