Wednesday, March 23, 2022

KEKUATAN KEPEDULIAN SEBAGAI UPAYA UNTUK STOP PERDAGANGAN ORANG

 Human Trafficking (perdagangan orang/manusia) adalah salah satu luka terdalam kemanusiaan saat ini. Martabat manusia direndahkan dan manusia dianggap sebagai barang dagangan. Dari seluruh situasi itu, korban yang paling rentan adalah perempuan dan anak-anak. Menurut statistik PBB tentang perdagangan manusia (Laporan Global UNODC 2020 tentang Perdagangan Orang) sebesar 72 % korban perdagangan orang adalah perempuan dan anak perempuan, dan persentase ini meningkat secara signifikan dalam konteks perdagangan untuk eksploitasi seksual.

               Menghadapi kegagalan model ekonomi berbasis eksploitasi seperti itu, perempuan terpanggil untuk mengambil peran sebagai agen perubahan untuk menciptakan sistem ekonomi yang berbasis pada kepedulian terhadap sesama dan masyarakat rumah, melibatkan semua orang.

Hal itulah yang diangkat dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh Talitha Kum bekerjasama dengan Komisi Keadilan Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau (KKPPMP) Keuskupan Tanjungkarang, Selasa, 8 Februari 2022 bertempat di Matow Way Hurik, Tanjungseneng. Dengan tema: “Kekuatan Kepedulian: Perempuan, Ekonomi, Perdagangan Manusia”.

               Kegiatan dihadiri oleh komponen masyarakat lintas iman khususnya yang peduli terhadap korban perdagangan manusia, dengan pemantik diskusi Suzana Indriyati Caturiani, akademisi, dosen FISIP Universitas Lampung dan Tymu Irawan dari Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Lampung dengan moderator diskusi Yuli Nugrahani, Ketua KKPPMP Keuskupan Tanjungkarang. Dalam kegiatan ini seluruh peserta menjadi narasumber yang menambahkan data, masalah-masalah dan juga peluang-peluang aksi yang sudah dan bisa dikerjakan untuk menghentikan perdagangan orang. Peserta yang hadir antara lain dari LSM Damar, LAdA, Fatayat NU, Gusdurian Lampung, Wanita Katolik RI, orang muda Katolik, para biarawati dan sebagainya sejumlah 25 orang dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Selain itu, kegiatan ini juga disiarkan secara langsung melalui kanal youtube Komsos Keuskupan Tanjungkarang untuk menjangkau semua mitra jaringan di mana pun berada.

     Kegiatan dibuka oleh Sr. M. Tarsisia FSGM, Ketua Talitha Kum Tanjungkarang yang mengajak semua yang hadir untuk terlibat aktif dalam kegiatan ini. Puncak kegiatan, semua yang hadir berdoa menurut agama masing-masing, diwakili oleh peserta dari berbagai agama yang hadir dalam kegiatan ini. Pendeta Budiman dari Gereja Kristen Indonesia (GKI) mewakili Kristen Protestan, Luke Silalahi dari Paguyupan Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) mewakili Budha, Tymu Irawan dari SBMI mewakili Islam, Desak Ketut Suastika dari Wanita Hindu Dharma Indonesia (WHDI) mewakili Hindu, dan Sr. M. Tarsisia FSGM mewakili Katolik. Doa dilambungkan dengan ujub untuk para korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO), semoga tidak pernah lagi ada korban dan semua semakin banyak orang untuk peduli menghentikan TPPO.

               Pada bagian akhir, kesadaran tentang korban ingin didengungkan lewat berbagai aksi dan sosialisasi. Dengan adanya pandemi, masyarakat dan institusi telah menemukan kembali nilai kepedulian terhadap sesama sebagai pilar keamanan dan kohesi sosial, serta komitmen untuk menjaga ruang bersama dalam rangka mengurangi dampak buruk dari perubahan iklim dan degradasi lingkungan, yang terutama mengurangi kemiskinan. Kekuatan kepedulian adalah satu-satunya cara untuk mengatasi perdagangan manusia dan segala bentuk eksploitasi.***

“SADAR KOPERASI DALAM ERA BUDAYA BARU”

 


RAT KSP Kopdit Mekar Sai 27 Maret 2022

Pengurus terpilih periode 2022 - 2024

Pengawas terpilih periode 2022 - 2024

RAT KOPDIT MEKAR SAI

“SADAR KOPERASI DALAM ERA BUDAYA BARU”

 

Minggu, 27 Februari 2022, KSP Kopdit Mekar Sai menggelar Rapat Anggota Tahunan (RAT) dengan agenda utama pertanggungjawaban pengurus masa bakti 2019 -2021. RAT akan dirangkai dengan Rapat Anggota Khusus (RAK) untuk pemilihan pengurus dan pengawas masa bakti 2022 – 2024. Rapat dilakukan secara online dengan undangan sebanyak 400 peserta dari unit-unit, termasuk di dalamnya pengurus, pengawas dan manajemen. Rapat dibuka oleh A. Haryono Daud, Ketua Pengurus KSP Kopdit Mekar Sai dengan pimpinan rapat Ignatius Yoga Adi Nugroho dan sekretaris rapat Silvia Damayanti.

            RAT merupakan agenda rutin koperasi sebagai bentuk pertanggungjawaban kerja pengurus dan pengawas sepanjang tahun buku yang lalu. Yohanes Dwi Ady K., Ketua Panitia RAT bersama dengan seluruh kepanitiaan mempersiapkan agenda tahunan ini selama tiga bulan terakhir dengan fasilitas jaringan daring.

            “Kita belum selesai dari pandemi Covid-19 dengan berbagai varian baru dan dampaknya. Kondisi ini membuat kami tetap memilih menggunakan konsep daring dan luring terbatas bagi penyelenggara dalam pelaksanaan rangkaian acara RAT. Daring dilakukan menggunakan media zoom meeting yang diikuti oleh perwakilan anggota dari tempat masing-masing. Dipadu dengan cara luring bertempat di Kantor KSP Kopdit Mekar Sai diikuti oleh pengurus dan pengawas serta panitia penyelenggara,” ujar Dwi.

            Lebih lanjut Dwi mendorong keaktifan peserta RAT mulai dalam persiapan, pelaksanaan, maupun dalam kerja KSP Kopdit Mekar Sai selanjutnya. Media sosial Mekar Sai sudah diisi dengan berbagai materi yang dibutuhkan dalam pelaksanaan RAT maupun RAK sehingga anggota bisa mengakses media tersebut untuk melengkapi informasi yang dibutuhkan di samping materi yang sudah dibagikan dalam bentuk buku RA 2022.

            Tahun 2022 menjadi tahun suksesi pengurus pengawas KSP Kopdit Mekar Sai. Itulah yang menjadi agenda satu-satunya dalam RAK kali ini. Untuk pemilihan pengurus dan pengawas, KSP Kopdit Mekar Sai membentuk panitia nominasi yang sudah bekerja selama sekitar satu tahun untuk menyeleksi calon-calon pengurus dan pengawas usulan dari unit-unit yang ada. Ketua panitia nominasi, Agustinus Sarman menyatakan ada sebelas calon pengurus dan enam calon pengawas yang sudah terjaring. Pemilihan akan dilakukan secara virtual dengan memilih melalui link yang sudah dibuat.

            Tema yang diangkat dalam RAT kali ini merujuk pada perubahan yang akan dicapai oleh KSP Kopdit Mekar Sai dengan melihat dan mengikuti perkembangan zaman. Terkait dengan hal tersebut, A. Haryono Daud, ketua pengurus KSP Kopdit Mekar Sai menyatakan bahwa rencana strategi yang sudah disusun oleh pengurus KSP Kopdit Mekar Sai untuk masa tiga tahun, dengan target per tahun.

            “Perubahan yang utama yang dibutuhkan adalah kepemimpinan yang transformatif dan inklusi, sehingga tidak ada yang lebih rendah atau lebih tinggi. Setiap perbedaan justru menjadi kontribusi yang berharga untuk perkembangan  koperasi.” Ujar Haryono.

            Untuk menuju perubahan tersebut ada beberapa point yang ditandaskan oleh Haryono. Yang pertama dan utama adalah mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) demi kelanggengan KSP Kopdit Mekar Sai.

            “Kedua adalah mempersiapkan organisasi menuju budaya digital. Hal itu juga yang menjadi fokus dalam RAT kita kali ini, dalam isi maupun cara. Sedangkan yang ketiga, KSP Kopdit Mekar Sai mesti mengembangkan organisasi melalui kepatuhan terhadap peraturan perundangan yang berlaku. Ini pun menuntut pemahaman dan keaktifan seluruh unsur yang ada dalam organisasi karena peraturan perundangan selalu bersifat dinamis.”

            Pada bagian akhir, Haryono mendorong anggota KSP Kopdit Mekar Sai untuk berpartisipasi aktif mengontrol jalannya organisasi koperasi salah satunya melalui aplikasi digital. Haryono mengingatkan bahwa anggota mempunyai hak yang mesti terjamin pemenuhannya. Dengan menggunakan aplikasi Sakti.link, anggota bisa melakukan pengecekan setiap waktu secara digital, bisa mendapatkan bermacam manfaat melalui transaksi yang dimungkinkan, dan yang tak kalah penting ikut dalam isu global ramah lingkungan dengan mengurangi penggunaan kertas.

 

HASIL PEMILIHAN

 

Ketua pengurus: Andreas Muhi Pukai

Wakil ketua     : Antonius Widi Asmoro

Sekretaris 1     : Yohanes De Deo Atmoko

Sekretaris 2     : Yustinus Kristiyono

Bendahara       : A. Suharyono Daud

 

Ketua Pengawas: Ch. Dwi Yuli Nugrahani

Sekretaris        : Andreas Toto Haryadi

Anggota          : Th. Agus Sutarna

 


Musrenbang Perempuan dan Anak Provinsi Lampung

 Hotel Emersia Selasa (22/3) Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Lampung menggelar Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang), diikuti oleh stakeholder terkait dari seluruh provinsi Lampung. Selain seluruh bagian dalam kantor dinas PPPA Provinsi, juga dihadiri oleh dinas PPPA seluruh kota dan kabupaten, dinas lain terkait, Forkom Puspa Provinsi Lampung dan Forum Anak Provinsi Lampung.


Penandatanganan berita acara musrenbang.

Aku hadir sebagai ketua Forkom Puspa Lampung, membawa beberapa gagasan. Beruntung sekali Forkom Puspa mendapatkan waktu untuk bicara, sehingga beberapa gagasan itu bisa kushare kepada audien khususnya bisa disampaikan kepada pihak terkait. 

1. Puspa membutuhkan dukungan fasilitasi dari Dinas PPPA. Bagian utama dari hal ini adalah fasilitasi untuk rakor dan juga untuk peningkatan kapasitas SDM dari LM-LM yang ada dalam PUSPA. Saat ini sudah ada 36 lembaga yang masuk dalam Puspa Provinsi Lampung.

2. Puspa membutuhkan akses untuk pemanfaatan APBD dalam rangka memperkuat gerak dan kinerja Puspa sebagai salah satu forum yang diinisiasi oleh pemerintah.

3. Puspa membutuhkan dukungan dari dinas-dinas PPPA di seluruh kabupaten dan kota untuk mendorong terbentuknya Puspa di daerah maupun gerak kerja lanjutnya. Bukan sekadar SK tapi terus bersinergi dalma kerja untuk perempuan dan anak.

Wednesday, March 09, 2022

Cerpen Yuli Nugrahani : PAGI PALING GILA

 Aku ingin bercerita tentang pagi ini karena aku tak mau melupakannya begitu saja. Ibu ingat semalam setelah aku pamit ibu untuk pergi menemani Bito?

"Tentu saja. Kau ndak menghabiskan makanmu. Padahal beras itu toh harus habis juga, Adun. Ndak mungkin ibu buang. Sayang." 

"Ya ndak papa bu. Masak saja. Tapi aku ndak mau makan."

Kepalaku kena jitak ibuku dengan keras. Entah mengapa beras dari penggilingan langganan ibu itu memproduksi beras seperti itu. Memang aku juga yang membelinya, hanya 85 ribu rupiah untuk satu karung seberat sepuluh kilogram. Menurut ibu, rasanya cukup enak, hanya banyak sekali kotoran gabahnya dan memiliki aroma yang langu, tidak aku suka. Ibu sudah mengakali dengan memasukkan rempah-rempah saat memasaknya. Tapi kadang-kadang tak ada waktu sehingga apa adanya dimasak.

Usai makan ala kadar tanpa niat, aku pamit ke warung Bito. Menemaninya bekerja artinya ya nongkrong, sesekali membantunya melakukan pekerjaan warung dan kalau ada sisa-sisa makanan aku bisa ikut bersantap makan di sana. 

Saat aku sampai di warung, Bito sedang duduk di depan warung.

"Kenapa warung tidak buka?" Tanyaku.

Mata Bito tidak lepas dari HP tapi menjawab cepat.

"Kunciku ketinggalan. Entah ada di mana."

"Gimana sih To."

"Aku juga tidak tahu."

Bito asyik dengan HPnya. Kukira awalnya dia sedang meminta seseorang untuk mengantarkan kunci warung, tapi sampai aku menyelesaikan satu permainan, dia masih asyik dengan HPnya dan tak ada tanda-tanda seseorang datang mengantarkan kunci.

"Jadi buka ndak nih warung?"

"Ndak." Jawaban polosnya membuatku merasa lapar.

"Aduh, To, aku lapar."

"Bentar lagi kita bergeser ke tempat Irpan."

"Oke."

Aku tak ada pilihan. Duduk saja di sampingnya, melirik-lirik chatingnya dengan pacar dan mantan pacarnya secara bergantian.

Kau pasti tanya katanya akan bercerita tentang pagi, kok ini malah bercerita tentag malam. Iya, aku pengin menceritakannya mulai dari situ tapi kupikir-pikir bakal terlalu panjang kalau kuceritakan dari malam. Aku potong saja ya.

Pukul 03.50, masih di teras warung Bito, ada beberapa orang lagi sudah bergabung dengan kami. Tapi itu belum cukup. Beberapa saat setelah pukul 04.00 terlewati, si Kuyi datang. Dari jauh motor bebeknya sudah dapat dikenali karena suaranya yang parah.

Sesampai teras warung, kami melihat dia membonceng dua orang. Satu orang aku mengenalnya, Iga, yang memang selalu ada bersama Kuyi. Yang satu lagi, seorang laki-laki yang langsung berjongkok di aspal, tidak di teras, tapi di aspal. Astaga, Kuyi, siapa ini? Laki-laki berumur sekitar 40 atau 50, tanpa baju, telanjang bulat di tengah udara menjelang subuh.

"Siapa dia, hoi?" Bito yang awalnya tak pernah lepas dari HP, langsung berdiri, memandang takjub pada laki-laki telanjang itu.

"Ndak tahu. Dia tadi ada di pinggir Raden Intan."

Astaga Kuyi. Aku terbengong memandang mereka. "Kau apain dia?"

"Dia sudah  begitu. Maka aku bonceng kemari. To,  kau nyimpan baju ndak di warung?"

"Ada. Tapi aku ndak bisa masuk. Kunci warung hilang."

"Aidah. Di kamar mandi ada ndak? Kain tah apa tah." Bito lari ke kamar mandi di samping warung. Saat kembali dia membawa kaos hitam lengan panjang.

"Nih, ada baju kotor. Celana tak ada."

"Siapa pakai celana dobel? Lepas." Kuyi memandang sekeliling.

Salah seorang melepas celana panjangnya dan segera disamber oleh Kuyi. Dia langsung memaki karena celana itu langsung dikenakan pada lelaki asing itu. "Bukan yang panjang yang mau kukasih, halah." Terpaksa si baik hati memakai celana boxer saja terduduk lemas.

"Kau orang gila atau pura-pura gila?" Teriak Kuyi ke orang asing itu. Orang itu mengenakan baju kotor Bito dan celana kedodoran hibah, nyengir sedikit lalu bersujud menghadap jalan.

"Fix, dia orang gila." Kata Bito.

"Bukan. Dia pasti pura-pura gila. Wong bersih kayak gitu."

Kuyi mencoba bertanya hal-hal tak masuk akal pada orang itu. Tentu saja jawaban-jawaban pun muncul tak masuk akal. 

"Di mana rumahmu, pak?"

Orang itu menggelengkan kepala. Diam dengan wajah mencoba mengingat-ingat sesuatu.

"Guru pertama, harus didatangi setiap hari Jumat." Usai bersuara begitu dia tiba-tiba berbalik seperti hendak lari, sehingga spontan aku dan teman-teman menghadangnya. Tapi dia tidak lari, dia terdiam di pinggir jalan aspal. Untung masih sepi jalan itu. Dengan gerakan mendadak lagi, dia menjatuhkan lutut, hingga berlutut takjim menghadap ke Timur. 

"Kenapa kau ini? Pak, duduklah di sana, jangan di jalanan begitu, bahaya pak."

Kami berusaha mengangkat pria itu ke trotoar. Walau dini hari seperti itu jalanan masih sepi, tapi mungkin saja ada mobil atau motor melintas dengan kecepatan tinggi.

"Guru pertama, harus didatangi setiap hari Jumat." Kembali pria itu bersuara, kali ini tidak lari ke jalan tapi dia berdiri membungkuk kemudian merentangkan tangan dengan kaku dan jari jemari tertekuk. Jika tadi kami mendekat saat dia bergerak, kali ini kami spontan menjauh. Posisi itu bertahan beberapa menit sehingga kami ketakutan.

"Pak, santai saja dulu. Mari duduk. Mau makan?" Kupelototi Kuyi, ingin bilang kalau tak ada makanan di antara kami.

Pria itu mengeluarkan suara aneh, awalnya sangat pelan, nyaris tak terdengar, lalu kemudian eraman muncul dengan kuat, sehingga kami semua berlari berhamburan ke segala arah. Hanya sebentar, saat aku berbalik, pria itu duduk ngelesot bersandar pintu warung. "Hoi, kenapa dia hoi?" Seseorang berteriak.

Kami pun mengerumuninya lagi. "Di mana rumahmu? Kami antar kau pulang, pak." Kuyi bertanya dengan berani. 

"Tolong buka facebook." Hah, facebook? Kami berpandangan tapi kemudian aku membuka handphoneku, membuka facebook. "Cari nama Kacanebengi. Profile menghadap laut." Walau kami semua heran, aku mencari nama akun itu. 

"Benar. Ini dia." Aku berbisik saat mendapatkan foto dia di akun Kacanebengi. Pada post paling akhir ada wajah seorang perempuan, berumur lebih tua dari pria itu, tampak cantik dengan baju warna putih longgar dengan kerudung hitamg.

"Guru kedua, datang setiap matahari bersinar." Dia merentangkan tangan tiba-tiba sehingga seseorang di sampingnya nyaris terjengkang, nyaris, tapi makiannya langsung berbunyi.

Aku mencoba mencari siapa yang biasa kuhubungi dari kontak-kontak dalam facebook itu. Tapi sampai beberapa saat tidak respon. Wajar, hari masih gelap pasti semua orang di rentang waktu Indonesia bagian barat ini pasti masih terlelap dalam pulas.

Pria itu bangkit. "Aku akan pulang."

"Kau tahu ke mana arah pulang?" Kuyi lagi yang bertanya. Pria itu mengangguk, lalu mengucapkan terimakasih. Wajahnya yang tulus membuatku yakin bahwa dia orang gila yang tidak gila.

"Kami antar, pak."

"Tidak usah, aku bisa jalan."

"Kami antar saja. Bapak tinggal arahin kita kemana. Ayo teman-teman."

Kami geleng-geleng. Ini kayaknya memang Kuyi yang gila. Usai nekat mengambil orang telanjang di pinggir jalan, sekarang akan mengantar orang tanpa tahu kemana arahnya. Tapi kami ikut komandonya. Pria itu dibonceng Kuyi diapit teman, bukan teman yang tadi waktu datang, dia sudah kapok. Lalu kami yang lain memakai motor kami masing-masing mengikutinya.

Awalnya rombongan kami itu tidak jelas akan kemana, malah ketika sampai di sekitar Bukit Randu, rombongan kami berputar hingga tiga kali di jalan yang sama. Makian-makian berdengung mengikuti rombongan,sampai kemudian motor Kuyi yakin mantap menuju pasar Tugu, berbelok ke Antasari dan terus lurus ke arah Tirtayasa.

Mereka berhenti di sebuah area parkir mobil-mobil besar. Pria itu mengetok gerbang lebar. Seorang muda keluar dari gerbang itu langsung berteriak. "Dari mana? Kami mencari sepanjang malam. Haduhhh." Pria itu digandeng, nyaris diseret masuk. "Pakde, pakde. Ini Katrok sudah balik."

Seorang laki-laki bersarung tergopoh-gopoh keluar dari sebuah rumah. Dia memberi kode pada pria muda itu untuk masuk. "Mandiin."

Bapak tua, pakde itu, memandang kami, mengucapkan terimakasih. "Kami sudah mencarinya sepanjang malam, untunglah dia selamat. Padahal pintu gerbang sudah dikunci, entah bagaimana dia keluar. Terimakasih ya."

"Dia... " Kuyi yang biasa banyak bicara tak bisa melanjutkan kalimat.

"Ndak, dia tidak gila. Dia sopir truk. Kemarin juga masih nyetir dari Jawa kok. Dia itu ngelmu tapi ndak kuat. Kalau kumat yan seperti semalam itu."

Kami saling berpandangan. Tak tahu harus bicara apa lagi, karena pakde itu hanya mengucapkan terimakasih lagi beberapa kali, dengan gerak tubuh mengarahkan untuk keluar dari garasi mobil truk yang luas itu. 

"Kapan-kapan aku ke sini lagi untuk tanya-tanya. Temani ya guys." Usai berkata, Kuyi memakai helmnya dan langsung ngegas, ngacir. Teman yang awalnya dia bonceng teriak-teriak: "Aku sama siapa hoiiii...!!!!"

Kami semua memasang jari miring di dahi, sambil bersamaan menunjuk Kuyi. Salah satu dari kami membonceng teman yang ditinggal Kuyi itu, boncengan bertiga. Matahari sudah mengintip dari Timur.  Aku merasa sangat lapar, ingin segera pulang, dan sarapan apa pun yang dimasak oleh ibu. Tentu saja sambil menceritakan kisah gila pagi ini.*** (Ditulis secara bebas dari cerita Albert pada 9 Maret 2022)

KOPRI Bandarlampung: Islamic students led dialogue on challenges to women


On March 8, 2022, the Indonesian Women's Islamic Student Movement Corps (KOPRI) held a dialogue titled "Women and the Challenge of Civilization" to commemorate International Women's Day (IWD) in Bandar Lampung, Indonesia.

Students from various universities participated in the event. The three featured speakers came from diverse religious backgrounds - Chepry Chaeruman Hutabarat, the Founder of the Klasika, Ana Yunita Pratiwi, the Head of Damar Lampung Province, and Yuli Nugrahani, the Chairperson of Communication Forum for Community Participation in Women's Empowerment and Child Protection (Puspa).

Yuli Nugrahani, a Catholic figure who is also the Chair of the Puspa, said that environmental issues directly affect women.

“Therefore, women's organizations must be involved in preserving nature's balance,” said Nugrahani.

"Starting with simple things like planting trees around the house and switching to more environmentally friendly bags," she explained.

Diana Berliyani, the head of KOPRI, said that the discourse on women must continue to be encouraged.

According to her, women must have a space to express themselves.

“Despite the advancement and the dynamics of contemporary discourse, I believe that women's conversation should be fostered.

She added, “KOPRI, which focuses on the cadre of women in this case, either through discourse or through channels that foster cadre potential."


 Click this for more

https://www.rvasia.org/world-news/islamic-students-led-dialogue-challenges-women


Tulisan Paling Membosankan Sepanjang Masa

wefie bersama Bu Bintang dan 
teman-teman PUSPA
27 Nop 2021 Mahan Agung
 Cek dulu, post terakhir di blog ini sebelum tulisan ini adalah 26 Juli 2021, aku nulis singkat tentang buku Lampung Selatan Segala Musim. Kalau ndak bilang kebangetan mau bilang apa jal. Orang yang menyebut diri sebagai penulis kok produktifitas blog sendiri njeblok sejatuh-jatuhnya.

Nah, daripada beberapa moment terlewat tanpa dokumentasi, lebih baik aku salin dulu catetanku sepanjang bulan Juli setelah tanggal 26 sampai hari ini. Bakal jadi tulisan paling membosankan sepanjang masa, maka yang ndak butuh ya ndak usah baca.

27 Juli 2021 Rapat bersama SGPP KWI, persiapan acara hari Jumat.

29 Juli 2021 Menyelenggarakan acara kerjasama Forkom PUSPA Provinsi Lampung bersama RPA Lampung. Bagianku ya memberi sambutan pendek sebagai ketua Forkom Puspa.

30 Juli 2021 Kali ini jadi moderator acara SGPP KWI, bersama Regio Jawa. Acara asyik-asyikan bisa bertemu para sahabat.

3 Agustus 2021 Harus ke kantor untuk ngurus kedatangan 20 tabung oksigen yang akan dipakai dalam aksi peminjaman tabung oksigen gratis. 

8 Agustus 2021 Usai Lampung Hash, dandang cantik untuk pernikahan Vita dan Nizar.

10 Agustus 2021 Rapat SGPP KWI, termasuk evaluasi acara lalu dunk.

12 Agustus 2021 Zoom meet tentang TPPO bersama Damar dkk. Sorenya ke Pringsewu untuk antar tabung oksigen ke Ramones Art.

14 Agustus 2021 Sepanjang pagi sampai sore pengawasan Mekar Sai, melihat data-data keuangan, organisasi dan sebagainya. Malamnya pertemuan ortu kelasnya Bernard. 

17 Agustus 2021 Hari kemerdekaan RI, malamnya diisi dengan sharing lewat zoom bersama teman-teman muda dari Life.

18 Agustus 2021 Rapat tim kerja FPBN, siang, singkat.

19 Agustus 2021 Diskusi bersama KPPPA, dengan zoom dunk.

20 Agustus 2021 Diskusi bersama SGPP KWI, iyaa... pakai zoom.

21 Agustus 2021 Pengawasan Mekar Sai, seperti biasa dari pagi sampai sore.

22 Agustus 2021 Persiapan KPP online. Yoi, zoom lagi.

24 Agustus 2021 Dua agenda pakai zoom lagi dan lagi. Pertama dengan SGPP kedua dengan Dinas PPPA.

25 Agustus 2021 Diskusi bersama KPPPA.

27 Agustus 2021 Ngasih pelatihan nulis untuk para aktifis UKMKat Unila. Anak-anak muda dunkkkk

28 Agustus ...

Belum juga selesai bulan Agustus aku sudah bosan menuliskannya... Berikutnya kutulis ringkasan saja deh. 

September 2021 Ada beberapa acara, persiapan KPP online plus pelaksanaannya, acara PUSPA dengan KKGP, rapat FPBN, raperda PUG di DPRD, kurdas di Mekar Sai, workshop pelayanan korban TPPO. Yang paling menarik pada bulan ini ada uji kompetensi pengawas yang diadakan oleh LPJKPK. Ini butuh waktu beberapa hari mulai dari persiapannya sampai ujiannya. Lalu ngisi materi moderasi toleransi agama yang diadakan oleh AGPAII Lampung dan PGRI Lampung. Kegiatan ini diadakan beberapa kali dengan peserta para guru pengajar agama Islam di kabupaten dan kota Provinsi Lampung.

Oktober 2021 Nah, bulan ini asyik karena diawali dengan perjalanan ke Kediri pada 1 Oktober. Tapi karena tanggal 2 Oktober ada agenda bersama mahasiswa Atmajaya secara online, dan mesti ngampiri Albert di Bandung, pagi-pagi nyampe Bandung aku nyari hotel di dekat  Stasiun Bandung. Siang bersama para mahasiswa, siang santai sesantai santainya. Lalu sore baru disamperin Albert dkk untuk makan dan diantar ke stasiun untuk lanjut perjalanan ke Kediri dengan kereta api Kahuripan malam.

Di Kediri bukannya liburan ya, urusan kerja tetep lanjut. Ada agenda rapat, diskusi, dst. Balik Lampung tanggal 8 Oktober dan Lampung sudah menemui aktiftas lanjut di kantor, koperasi, ngehash beberapa kali Lubuk Helau, Bukit Granit.

Nopember 2021 Bulan ini dipenuhi hal-hal yang biasa, tapi ada yang istimewa. Aku bertemu lagi dengan para mahasiswa Atmajaya kali ini bicara tentang puisi dan gender. Lalu dari mereka terkumpul puisi-puisi untuk dijadiin buku. 

Ohya, yang paling spesial pada 27 Nop malam di Mahan Agung ada pertemuan dengan Bu Bintang Puspayoga, Menteri PPPA.  Kesempatan baik untuk bicara tentang beberapa hal yang ada di pikiran terkait perempuan dan anak.

Desember 2021 Dibuka dengan ultah perkawinan bapak dan ibu. Kali ini aku ditemani Bernard dari Lampung sedangkan Albert jalan sendiri ke Kediri setelah dia beberapa minggu di Yogyakarta. Waktu yang sangat berharga dan penuh makna bersama keluarga besar.

Monday, July 26, 2021

Lampung Selatan Segala Musim Telah Terbit

 

Antologi Puisi

“LAMPUNG SELATAN SEGALA MUSIM”

 

Penulis:

Amir Syarifuddin

Arfi Irawati

Enchus el Mansyur

Hendryadi

Maya Syaffik

Novia Astari

Suntoro

Wayan Adiyatma

Yuli Nugrahani

 

Editor: Yuli Nugrahani

Ilustrasi: Enchus el Mansyur & Wayan Wiwik Komalayanti

Lukisan Sampul: Suntoro

Desain Sampul dan Tata Letak: Tri

 

ISBN: 978-623-95386-5-1

Penerbit:

Dewan Kesenian Lampung Selatan

Bekerjasama dengan Pustaka Labrak

 

Kalianda, 2021


Friday, June 11, 2021

LHHH 13: Wihara Panjang - Merbau Mataram dan Tanjakan Maut di Awal

 

Minggu 9 Mei 2021, hash di seputaran Wihara Panjang - Merbau Mataram. Setelah beberapa minggu tidak ikut hash, di bagian awal hash kali ini sungguh-sungguh bikin putus asa. Tanjakan parah persis begitu keluar dari parkir wihara, terus nanjak hampir 90 derajat sampai bermenit-menit kemudian. Ketika sudah sampai jalan setapak yang lebih manusiawi, tanjakan masih terus- terus dan terus.

Banyak partisipan yang gugur di awal, tidak melanjutkan perjalanan. Ada yang balik turun ada yang mencari jalan lain.

Aku masih bertahan dengan sesekali berhenti atur nafas. Ketika sampai di jalan yang rata menjadi kesempatan untuk bersenang-senang, tapi jangan salah, langsung disambung dengan tanjakan lain walau tak separah tanjakan yang pertama.

Berikutnya lagi ada naik turun yang terus bergantian. Udara cukup sejuk karena banyak pepohonan yang merindangi jalan yang kami lintasi. Ladang-ladang penduduk menjadi harapan semangat, bayangkin mereka yang tinggal di situ setiap kali menikmati tanjakan dan turunan dan jalan seperti seperti itu untuk bekerja. Kami melintas hanya untuk olahraga dan bersenang-senang. Rasa syukur terus menerus terlantun dalam rute ini. 

Nah ya, peserta memang tak banyak, jadi perjalanan serasa lebih senyap dari biasanya. Mas Hendro tertinggal jauh di belakang bukan karena letoy tapi karena harus menemani dokter Ida, teman yang baru saja kami ajak. Bu Ida sudah pucat pasi setiap kali melihat tanjakan, di satu titik malah sampai muntah. Kita semangati bareng-bareng setiap kali, tapi mas Hendro memang paling cocok untuk menemani. Kalau modelku ya membawa tubuh sendiri saja udah berat. Hehehe.

Wednesday, June 02, 2021

LHHH (12): Mutun Plus-plus Bonus

Minggu, 18 April 2021 start hash dari Pantai Mutun. Pantai yang cukup populer di Lampung. Tidak persis di tempat wisata yang biasa orang-orang datang, tapi di sisi kirinya, tempat beberapa tambak. Ada satu rumah di situ yang dulu kuingat kosong pernah untuk acara anak-anak mahasiswa Unila. Di halaman depan rumah itu cukup luas dan lantai cocok untuk parkir. 

Saat aku dan mas Hen sampai lokasi, masih sepi, belum banyak orang yang datang. Maka kami ambilbonus yang pertama, yaitu foto-foto di sekitar pantai. Di daerah itu ombak nyaris tidak ada, sangat tenang. Beberapa anak kecil sedang bermain santai di pasir dan pantai, sangat aman. Agak terganggu dengan banyaknya sampah plastik. Ini masalah paling besar dalam pengembangan wisata Lampung: sampah.

Rute jalan dimulai seperti biasa sekitar pukul 07.00. Menyusuri jalan setapak, sesekali jalan kampung, melintas jalan aspal sangat dihindari tapi sesekali terpaksa melaluinya untuk menyeberang, lalu kembali menyusuri jalan setapak. Nah di sini nih bonus kedua boleh diambil sepuasnya. Full pemandangan indah. Tak habis-habisnya. Sepanjang jalan ada spot foto yang bagus menghadap ke mana pun. Apalagi ini daerah pantai, jadi pasti sesekali bisa menyentuh air laut.

Bonus ketiga adalah cuaca cerah. Langit biru sepanjang penyusuran yang membuat suasana ikutan cerah. Jadi semangat banget untuk foto-foto. Langit berwarna biru, laut berwarna biru... Spontan rasa syukur membuncah. Memang di beberapa tempat menemui tanjakan-tanjakan tapi tidak benar-benar ekstrem, masih bisa dilalui sambil nyanyi-nyanyi. Yang agak berat ada turunan yang curam, mesti pakai tali atau mrosot pakai pantat. Tapi tetap menggembirakan.

Nah, bonus keempat, kegembiraan ini menyebar pada semua teman hiking. Jadinya di sebuah pantai berpasir putih kami semua seperti kembali menjadi anak-anak. Bermain, berfoto, lebih setengah jam kukira atau hampir satu jam. Efeknya ya ke bonus berikutnya: waktu penyusuran hash ini jadi lebih lamaaaa....

Begitu sampai tempat parkir lagi, wahhhh... kerasa banget laperrrr.... Sudah tersedia nasi bakar cumi dan ayam yang boleh dipilih sesuai selera. Dan setelah kenyang, Ci Merling memberi bonus yang kelima khas keceriaannya yaitu joget tik-tokan di lokasi parkir yang sudah sepi karena kebanyakan sudah pulang. On... on....

Thursday, May 27, 2021

Pelatihan Menulis Kreatif: Semua Bisa Menulis!

 Semua Penulis Bisa Membaca dan Semua Pembaca Bisa Menulis. Itulah tema pelatihan menulis sesi 1 pada Jumat Malam 22 Mei 2021, bersama para mahasiswa penggiat UKM Katolik Universitas Lampung. Aku menyanggupi memandu mereka sejak pertemuan dengan mereka beberapa minggu sebelumnya, dan aku koreksi sedikit tema yang mereka sodorkan. Awalnya mereka mengatakan semua penulis bisa membaca tapi tak semua pembaca bisa menulis. Kubilang: "Semua bisa menulis." 

Yes, ini harus diyakini dulu di awal, karena kalau tidak mereka tak akan pernah menghasilkan apa-apa walau ikut pelatihan menulis jutaan kali. Semua harus yakin bahwa mereka bisa menulis seperti apa pun latar belakang pengalaman dan pembelajaran yang pernah mereka alami.

Jadi pertemuan pertama sekitar 2 jam ini aku ajak mereka bersenang-senang melihat bahwa kita semua dilingkupi fakta dan imajinasi yang tiada henti, tak terbatas bisa kita ambil sebagai sumber tulisan kita. Selebihnya, mau menulis dalam bentuk apa berdasar bahan yang sudah kita dapatkan itu, ya suka-suka kita.

Para jurnalis akan menuliskan fakta-fakta dalam bentuk berita, feature. Sedang para sastrawan menuliskan imajinasinya dalam bentuk puisi, prosa. Dalam menangkap fakta pun imajinasi tetap ikut serta, pun ketika berimajinasi kita pasti berangkat dari fakta-fakta. Dah, asah dua hal itu dan belajarlah membedakannya sehingga bisa dimanfaatkan sesuai kebutuhan.

Sepanjang pelatihan secara online ini (ini kali pertama aku melatih menulis secara online. great.) aku minta mereka selalu siap dengan buku dan pena, atau laptop yang siap untuk menulis sesuai dengan panduanku. 

Salah satunya mereka melatih diri mengembangkan satu kalimat yang kucuplik dari Kahlil Gibran menjadi paragraf mereka sendiri. Dan itu bisa diambil sebagai pembuktian: Kalian bisa menulis.

Pada bagian akhir, aku meminta mereka menulis secara bebas sebuah tulisan yang utuh, dan dikumpulkan sebagai syarat untuk mengikuti sesi 2 latihan menulis yang akan dibuat tidak lama lagi. Tulisan-tulisan itu juga bisa menjadi bahan untuk buletin yang mereka terbitkan.

Tuesday, May 25, 2021

Januari sampai Mei Ngapain Aja Hoiiii... Yuliii, Jangan Malas.

 Tahun 2021 ini menjadi tahun yang diawali dengan banyak hal menarik. Tapi kok malah blog sepi yaaa.... Payah bener penulis yang satu ini. 

Ok, aku mau jujur saja mengawali dari permulaan untuk tanggal ini. Andai besok bisa dirutinkan lagi penulisannya pasti akan ketemu kembali alirannya. Nah, yang sudah terlewat aku akan menulis ringkasan kronologis aja sebagai catatan, kapan-kapan mungkin bisa kutulisa lebih panjang jika memang harus dituliskan.

Januari 2021

Januari dipenuhi hal-hal yang tak terduga. Misal kedatangan keluarga muda Carlo, Cicil, Patricia dan Paulin pada minggu pertama di bulan ini. Menjadi semarak karena banyak hal baru yang tak terupdate lama. Bulan ini juga menjadi bulan penuh duka. Romo Teddy meninggal karena Covid selang dua hari saja dari WA beliau yang terakhir. Orang yang penuh semangat ini tak mungkin kulupakan. Pada bulan ini juga dipenuhi dengan kesibukan karena satu ibu yang selalu kontak karena kemungkinan kekerasan yang dia alami dalam keluarga, hmmm... bukan kesibukan tapi penuh uraian airmata dan kesesakan. Doaku untukmu, ibu. Hal-hal rutin terus berjalan di bulan Januari ini. Kerja di keuskupan secara rutin tiap hari. Juga kerja pengawasan Koperasi Mekar Sai yang selalu sibuk di awal tahun karena persiapan laporan RAT dan segala sesuatunya. Rutinitas lain yang menarik adalah jalan tiap minggu bersama LHHH.

Februari 2021

Awal bulan dimulai dengan kontakan dengan Sr. Katharina FSGM tentang garapan peringatan St. Bakhita untuk korban human trafficking. Selebihnya adalah kesibukan koperasi yang semakin rapat rapet sampai akhir bulan. Untung ada hash dan kesempatan kunjungan ke Lamtim keluarga Rm. Wicak yang akan segera mengakhir masa kerja di keuskupan. Selain itu ada beberapa perjumpaan untuk Puspa, SGPP dan penggarapan modul KPP yang intensif.

Maret 2021

Kerja dengan dinas PPPA provinsi ada beberapa agenda. Selain itu ada KPP online juga dalam rangkaian komitmenku bersama suami untuk membantu KOMKEL keuskupan. Selain itu juga ada garapan mendorong Puspa Kota Bandarlampung. Pada akhir bulan ada hadiah yang kuterima dengan deraian airmata, yaitu SK ketua Puspa. Senang? Ya. Ini peluang menarik untuk dikerjakan. Sedih? Hmmm... mungkin bukan sedih. Tapi gamang, takut... ada banyak PR yang harus dikerjakan di sana. Saat menulis ini pun aku menarik nafas panjang. Aku dikuatkan oleh dukungan teman-teman, juga rangkulan Tuhan pada jiwaku.

April 2021

April diawali dengan rangkaian pekan suci. Menjadi spirit yang berkobar di hatiku walau semua dilakukan secara terbatas, lewat internet. Pengukuhan Puspa dilakukan pada kamis 15 April 2021 oleh wakil gubernur, diikuti beberapa kegiatan bulan puasa. Ada kesempatan untuk kembali bicara tentang aktif tanpa kekerasan di Unila untuk para mahasiswa FISIP. Ohya, Dardiri teman kuliah di Brawijaya tiba-tiba kontak dan mampir semalam di rumah. Bulan ini juga diwarnai wawancara dengan media bersama Alfa dan juga bersama Wahyu yang sedang mengerjakan skripsinya.

Mei 2021

Mei menarik karena ada ksempatan untuk bersama Komkel mendampingi tim keluarga di Jogjabaru. Nginep 1 malam di sana serasa piknik. Awal bulan juga ada dua kali diskusi bersama SGPP tentang pendampingan psikososial dan gereja katolik ramah anak. Lalu persis sebelum lebaran, masa lebaran dan sesudahnya menemani 3 anak dan ibunya yang 'potensial terjadi kekerasan', dan sudah terjadi sebenarnya. Moga ada pemulihan bagi mereka dan kembali sebagai keluarga yang baik. Akhir bulan ini bakal asyik karena ada beberapa even. Latihan nulis untuk mahasiswa Unila dan juga kegiatan lain.


Tuesday, February 09, 2021

LHHH (11) : Tanjung Selaki yang Santaiiii... plus Bonus-bonus...


Hash Minggu 7 Februari 2021 ini kondisi tubuhku tidak terlalu ok. Tubuhku masih berjuang menyembuhkan vertigo yang kambuh parah dari akhir bulan Januari. Jadi kubilang ke Mas Hen: Aku ikut tapi aku akan menikmati pantai saja, jalan di sekitar situ.

Tentu saja aku akan menikmati karena kebetulan rute hari itu hash dilakukan dengan start Pantai Tanjung Selaki di Lampung Selatan. Ini tak boleh dilewati begitu saja. Jadi aku ikut berangkat pagi-pagi sekali, butuh sekitar 1 jam perjalanan dari rumah menuju tempat parkir untuk memulai rute.

Kupersilakan mas Hen untuk jalan bersama para master, daripada tidak sabar nanti menghadapi aku yang lelet. Aku memilih mepet ke Pak Amir yang tahu rute dan mbisiki: Pak, rekomendasikan aku jalur tanpa tanjakan.

Yes, pak Amir pun memberikan petunjuk-petunjuk, malah bisa kuikuti, bersama dengan beberapa bapak lain yang memang mau santai. Inilah asyiknya LHHH, kita bisa memilih rute berdasar kondisi fisik yang sedang berlaku. Jadi saat ada tanjakan ke arah bukit, pak Amir menunjuk jalan ke kiri yang datar.

Eh, ternyata pilihan jalan setapak yang datar itu sangat tepat. Kami berlima yang memilih jalur itu mendapatkan bonus: 2 buah durian runtuh kelas dewa. Enak pollll... 

Foto-foto tidak banyak ambil karena biasanya kan yang motret mas Hendro. Hehehe. Foto hanya beberapa titik saja dan foto bareng mas Hen saat masih di pantai.

Di persimpangan lain, pak Amir menunjukkan lagi jalan ke kiri, kebun pisang. Ada beberapa pisang matang sisa panen yang ditinggal tercecer oleh pemiliknya. Bonus kedua, pisang matang pohon yang legitttt....

Di jalur ini nyaris tak ada tanjakan dan turunan yang cukup berarti. Jadi aku bisa menyelesaikan dengan baik. Cukup jauh juga sih, mungkin ada sekitar 1,5 jam atau nyaris 2 jam. Tapi sungguh sangat tepat pemilihan jalur ini pas sesuai dengan tubuhku.

Aku dan rombongan kecil ini sampai finish kukira paling awal, tapi ternyata ada banyak juga yang memilih rute santai suka-suka walau tidak satu jalur dengan yang kami pilih. Sebagian dari mereka sudah nongkrong duluan di pantai saat kami sampai. Sedang rombongan mas Hen paling akhirrrr dong. Mereka selalu ambil jalur lengkap yang terjauh. 

Tuesday, January 19, 2021

Wisata Lampung Barat dan Pesisir Barat (2): Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) dan Kebun Raya Liwa


Untung tak bisa diraih, malang tak bisa ditolak. Pagi-pagi 26 Desember 2020 kami sudah nyaris siap ketika sopir travel bilang sudah dekat dengan rumah. Weih, tepat waktu bener si sopir. Pas pukul 08.00 dia menjemput sesuai janjinya. Mobil itu sudah berisi satu penumpang seorang bapak duduk di posisi paling belakang. Kami berlima itulah penumpangnya, sehingga mobil cukup longgar dan nyaman. Mobil hanya berhenti 3 kali: isi bensin, makan siang di daerah Sumberjaya dan saat menurunkan si bapak tak terlalu jauh dari tempat makan. Setelah itu hanya kami berempat plus sopir yang ada dalam mobil.

Sampai di Homestay Piknik Liwa pukul 13.00. Dan hujaannnn.... Deras pula. Waduh. Si Komenk sudah menunggi di tempat penginapan dengan wajah sedikit cemas. Kalau tetap hujan alamat kami semua tak mungkin pergi ke destinasi yang sudah direncanakan karena tempat-tempat itu wisata alam terbuka. Pasti basah kuyup dan licin.

"Kami istirahat saja dulu. Nanti jam 14.00 kita lihat cuacanya lalu kita rencanakan enaknya bagaimana."

Itulah yang kami lakukan. Sampai jam 2 siang hujan masih lebat. Aku dan mas Hendro membuat kopi. Nah wajib ini. Liwa itu daerah kopi jadi kudu ngopi. Dan cangkirnya batok-batok kelapa yang keren. Wah.

Kami membawa cangkir kopi ke bawah bertemu Komenk dan Eka Fendi pemilik homestay di ruang tamu untuk atur rencana. Hujan masih turun deras. Diselingi obrolan segala macam mulai dari wisata Liwa, budaya dan seni, makanan-makanan menarik di Lambar dan seterusnya, aku juga menyerahkan beberapa bukuku untuk ditaruh di perpustakaan mini yang mereka punyai.

Jam 15 lewat hujan mereda. Kami pun sepakat untuk segera memulai perjalanan di seputaran Liwa. Yang pertama dikunjungi adalah  Kubu Perahu, yaitu kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Perjalanan sekitar 30 menit ke arah Krui, macet beberapa menit karena ada tanah longsor yang sedang dirapikan kembali dengan alat berat.


Sampai di gapura Kubu Perahu, Komenk menawari kami jika berminat untuk pesan makanan di salah satu warung sebelah loket untuk di makan dekat sungai. Pas banget memang aku mulai kerasa lapar karena siang hanya diisi roti dan telur rebus serta beberapa suap ngincip makanan-makanan cowok-cowokku. Jadi kami pesan di Dapur Sepapah, nasi liwet, ayam goreng, lalapan lengkap. Itu menu terakhir yang mereka miliki. 

Setelah membayar biaya masuk di loket kami mengitari lokasi Kubu Perahu, sekitar sungai lalu masuk sebentar ke hutan. Sayang sekali sudah sangat sore dan usai hujan sehingga kami tak mungkin melanjutkan perjalanan hingga ke air terjun. Kami jalan masuk menanjak sampai jalan semen habis lalu balik badan. Konon untuk sampai ke air terjun membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam lewat jalan setapak tersebut. Ada dua air terjun di situ, disebut sebagai Sepapah Kiri dan Sepapah Kanan. Mas Hendro langsung mencatat: itu destinasi untuk kali berikut.

Saat kami turun, langit semakin gelap karena sudah semakin sore dan mendung. Makanan dari Dapur Sepapah sudah siap santap di salah satu pondok dekat sungai. Setelah ke toilet sebentar, berempat langsung menyerbu makanan yang tersedia. Suerrr... enak banget. Serba pas. Pas lapar, pas hujan, pas anget, .... nasi liwet yang harum, ayam goreng yang gurih masih bonus tempe tahu goreng dan sambel yang tidak terlalu pedas. Mantap pokoknya. Puas banget....


Usai makan, menyelesaikan semua tagihan di Dapur Sepapah plus beberapa obrolan pendek kami lanjut ke tujuan kedua, Kebun Raya Liwa. Tapi jelas tak mungkin masuk kebun raya karena jam sudah lewat dari jadwal kunjung. Dalam gerimis tipis kami foto-foto saja di tempat parkir, minimal kami tahu di situlah Kebun Raya Liwa. Catatan kedua Mas Hen: dikunjungi di lain kesempatan..

Usai itu kami kembali ke homestay, hawa Liwa yang sejuk mulai berubah menjadi lebih dingin. Komenk tanya apakah kami masih ingin keliling Liwa saat malam, aku sudah ndak ada niat sama sekali, Sudah pengin mandi dan berbaring. 

Malam menjelang jam 21.00 saat kami semua sudah bersih dan berbaring, si Albert yang punya ide untuk keluar cari makan. Untung si Eka Fendi punya motor yang boleh dipinjam sehingga Albert dan bapaknya bisa keluar mencari makan sekaligus mengintip suasana Liwa di waktu malam. 

Gerimis masih berlanjut, dan makan sangat malam itu terasa nikmat dengan menu nasgor dan bandrek anget. Yup, hari pertama dipenuhi rinai hujan tapi toh tetep asyik.

LHHH (10) : Perbukitan Batu Putuk Bonus Air Terjun


 Minggu 17 Januari 2021 menjadi hash pertama di tahun ini dalam komunitas Lampung Hash House Harriers (LHHH). Tidak terlalu banyak yang ikut, tapi cukup seru dengan tantangan rute yang menawan. Tim hare yang menentukan rute menentukan start dari halaman villa ko Okta di daerah Batu Putuk Bandarlampung. Villa ini masuk sekitar 300 meter dari jalan besar. Semangat tahun baru masih berkobar sehingga kegembiraanlah yang membungkus kegiatan hash pertama ini.

Tidak ada bocoran berapa panjang rute yang akan dilalui, tapi aku sudah membayangkan seperti apa yang bakal di lalui karena pernah juga jalan di sekitar lokasi ini. Namun ternyata kenyataan tak seindah bayangan. Eh memang sih rutenya melewati alam yang super indah, yang masih membuatku terkagum-kagum bahwa di daerah Kota Bandarlampung pun ada tempat seperti ini. Tapi tak menyangka bahwa rute bakal melewati tanjakan dan turunan yang terjal, keluar masuk sungai.


Tanjakan pertama sudah bikin tersengal-sengal di menit-menit awal. Lalu segera lega dengan turunan, tapi kemudian turunan begitu terjal sehingga terpeleset-peleset di jalan setapak. Lalu masuk ke sungai, yang walau tak terlalu jernih sangatlah sejuk. Sungai yang sama ini kami lewati dan susuri empat kali dalam rute ini. Sebenarnya aku sudah bersiap-siap dengan membawa sandal jepit yang biasanya akan kupakai sebagai ganti sepatu kalau melewati sungai. Aku tak suka berjalan dengan sepatu basah kuyup, kaki jadi berat dan salah-salah kedinginan membuat kram. Masalahnya, jalanan becek. Kalau aku melepas sepatu beberapa kali pasti sepatuku akan kotor luar dalam. Itu lebih tak nyaman. Kalau perjalanan dilanjutkan dengan sandal jepit pasti itu tak aman bagiku. Jadi dengan rela kulewati dan susuri sungai dengan sepatu. 


Di beberapa tempat mesti melewati lumpur sehingga akhirnya juga sepatu kotor sampai bagian dalam karena kaki terbenam ke lumpur. Usai itu jalan pasti lebih lambat dan berat.

Beberapa kali aku merasa putus asa dan ingin mencari jalan termudah ke jalan aspal lalu naik ojek atau apa pun, tapi apa asyiknya jal, lebih-lebih dikasih tahu peta lokasi itu oleh Mas Hen, jika keluar ke jalan aspal pasti harus menempuh jarak lebih jauh untuk sampai ke garis start tempat parkir kendaraan. Jadi ya sudah, menikmati jalan setapak pelan-pelan, hati-hati. Beruntung ada pak Leo bersama kami, dan mas Hen sangat sabar menemani kami yang jalan dengan pelan-pelan. Aku yakin sih mas Hen bisa 3 kali lebih cepat kalau jalan sendiri tanpa harus menemani kami yang jalan kayak siput, kalau nanjak mudah ngos-ngosan, kalau turun takut kepeleset. Haiyaaa...

Di satu titik setelah tiga perempat jalan kami sampai ke Air Terjun Batu Putuk. Tempat ini biasa jadi tempat nongkrong anak-anak muda. Minggu itu sih tak terlalu banyak yang berkunjung, hanya ada 4 orang muda berfoto-foto di situ. Kami juga ambil kesempatan untuk istirahat sambil foto-foto sebentar. Pilihan yang tepat karena setelah itu kami melewati tangga-tangga yang terjal entah berapa ratus anak tangga yang dibuat oleh pengelola air terjun untuk memudahkan pengunjung datang ke lokasi wisata itu.

Masalahnya anak tangganya dibuat sebagian besar sangat tinggi, huiiih, kukira ini rute terberat deh. Tapi juga paling semangat karena membayangkan bahwa sebentar lagi sudah sampai finish. 


"Usai ini ambil jalan yang pasti aja." Tekadku dalam hati, berniat untuk nyimpang ke jalan aspal untuk sampai ke tempat parkir.

Tenyata saudara-saudara, itu salah. Kalau nyimpang ke jalan aspal, rute akan sangat jauh dan tidak selalu bisa beruntung ketemu ojek. Jadi aku manut mas Hen dan pak Leo untuk menuruni lembah lagi dan naik bukit untuk sampai ke villa ko Okta. "Itu, villanya juga kelihatan dari sini." Gitu kata mereka.

Kami membutuhkan waktu sekitar 20 menit untuk turun dan naik di bagian akhir ini. Masih berlicin-licin dan ngos-ngosan, sampai kemudian kebun-kebun sayur di kompleks villa kelihatan. Yeeeee.... berhasillll.... Pukul 11 kurang sedikit kami bisa mencuci tangan dan tertawa-tawa di base lupa tanjakan dan turunan yang sudah dilalui. Dan aku lupa sama sekali kalau dalam rute aku blas ndak bikin foto dari kameraku sendiri. Oalahhhh.... jadi begitu sampai rumah langsung ngopyak HP mas Hen untuk mencuri foto-foto dari kameranya. Hhehehe.... on on....

Tuesday, January 12, 2021

Wisata Lampung Barat dan Pesisir Barat (1): Perencanaan yang Keren untuk Libur Akhir Tahun

Pemandangan pertama di Liwa: kebun wortel.

 Sebenarnya agak keterlaluan kalau tahun 2020 ini mengambil cuti tahunan 12 hari kerja. Sejak akhir Maret 2020 sampai akhir Nopember, jam kerja sungguh berantakan. Beberapa bulan malah kerja dari rumah, rencana kerja yang berubah nyaris semuanya terfokus ke Covid dan dampaknya. Beberapa kali malah harus menahan diri untuk tidak ke kantor ketika tubuh sedang tidak fit. Bukan hanya ngeri terkena paparan virus tapi juga takut membawa virus dan menyebarkannya pada orang lain yang kujumpai. Rencana untuk pulang kampung sudah gagal total dengan pertimbangan penyebaran covid ini. 

Namun aku memutuskan untuk mengambil hak cutiku dengan pertimbangan aku butuh diam saja di rumah, beberapa kali merasakan stamina naik turun, masih ada beberapa pekerjaan yang belum selesai tapi aku yakin bisa kukerjakan di atau dari rumah dan seterusnya. Jadi aku mengambil tanggal 8 Desember untuk memulai cuti dan akan berakhir pada 23 Desember. Persis 12 hari kerja, lalu dilanjutkan libur Natal dari kantor, biasanya akan berakhir pada tahun baru.

Dari mulai tanggal 8 itulah aku atur supaya aku cukup relax, eh tetap bekerja sebenarnya karena ada beberapa agenda yang sudah kubuat misalnya diskusi2 lewat zoom, pertemuan dengan satu atau dua orang dan seterusnya. Tapi karena aku tak harus ke Pahoman (Rumah - Pahoman itu sekitar 15 km, membutuhkan waktu minimal 30 menit dengan caraku membawa motor secara santai.) Sesekali aku masih ke kantor jika membutuhkan suatu bahan atau kalau janjian dengan orang yang tak mau kuterima di rumah. 

Liburan yang sesungguhnya baru mulai pada tanggal 23 Desember setelah menerima gaji. Hehehe... telat banget ya. Jadi di tanggal itulah kami mulai bebenah, membersihkan rumah, memasang gua natal dan merencanakan ini itu termasuk sedikit kue untuk menandai natal, menyiapkan sedikit angpao untuk anak-anak yang mungkin saja akan datang ke rumah, termasuk mengagendakan ikut misa natal yang pas, makan bersama keluarga.

Sembari menyiapkan natal, aku juga merayu suami dan anak-anak untuk pergi beberapa saat meninggalkan rumah. Terserah tujuannya, pokoke nginep beberapa saat tidak di rumah. Pilihannya ada tiga: Tegal Mas, Pahawang dan Liwa. Beberapa nomor kontak kami hubungi, membandingkan harga dan ongkos yang mesti kami keluarkan. Juga menimbang suasana yang mungkin di dapat dari tempat-tempat itu.

Pilihannya ke Liwa, bonus Krui. Dengan pertimbangan: tempatnya yang paling sunyi, ada banyak destinasi, biayanya murah, dan sudah lama nian tidak ke sana. Selain itu ada beberapa tempat yang belum pernah kami kunjungi di sekitaran Liwa.

Dibantu Komenk, guide tour dari Liwa yang sudah sering kontak-kontakan, kami membuat catatan rencana perjalanan:

Hari 1 kami tiba di Liwa, menginap di Homestay Piknik Liwa, sekitar jam 14.00 setelah istirahat sebentar kami akan langsung ke Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), Kebun Raya Liwa dan malam bisa wisata kuliner.

Hari 2 pagi-pagi akan menikmati alam di Negeri Kahyangan lalu otw Suoh ke Danau Asam, Kawah-kawah yang ada di sana, dan Danau Lebar. Perjalanan ini akan membutuhkan waktu sampai sore dan malam bisa nongkrong lagi di suatu tempat.

Hari 3 perjalanan ke Krui, menikmati beberapa pantai, siang kembali ke Liwa dan sore kami balik ke Bandarlampung.

Rencana ini kami sepakati, aku mulai menghitung biaya-biaya yang diperlukan, memangkas sana-sini. Begitu beres, aku kontak Komenk lagi untuk meminta dia booking penginapan, minta no mobil travel yang bisa kami pesan, juga memastikan ada mobil yang bisa kami sewa selama di Liwa. Semuanya beres, tanggal 26 Desember kami akan memulai liburan akhir tahun 2020 di daerah yang sepi, mulai bersiap termasuk perlengkapan penangkap virus yang wajib kami bawa.

Mari berliburrrr....

Thursday, December 10, 2020

LHHH (9): Bukit Camang, Keindahan Alam yang Terselip di Bandarlampung

Lampng Hash House Harriers (LHHH) biasanya mendapatkan rutenya pada hari Jumat sebelum jadwal hash hari Minggu. Sekelompok senior akan mencari rute dan menaburkan potongan kertas dan tanda-tanda pada hari Jumat tersebut. Selain potongan kertas, tanda lain yang memudahkan untuk mengikut rute hash adalah tanda panah dengan cat warna merah disertai tiga titik merah, bisa di pohon, batu atau benda permanen yang ada di rute tersebut.

Untuk kelompok yang sudah puluhan tahun melakukan hash tiap hari minggu, tentu saja LHHH mesti mengulang rute yang sama beberapa kali. Artinya kalau sekarang ini aku baru ikut dan baru tahu ada rute tertentu, bisa jadi para senior sudah pernah mengikuti atau melalui rute tersebut beberapa kali. Bahkan bisa jadi tidak hanya dalam kelompok minggu, tapi mungkin di hari lain mereka jalan atau lari sendiri menggunakan rute tersebut.

Minggu 6 Desember 2020, rute hash di daerah perbukitan dalam kota. Bukit Camang, itu mereka sebut. Parkirnya menggunakan area parkir Perumahan Bukit Alam Surya di daerah Tanjunggading, Kedamaian. Ini untuk kali pertama saya masuk area itu dan sungguh  underestimed awalnya.

1. Nampaknya gersang

2. Tak ada pemandangan bagus.

Saat masuk area untuk parkir, pikiran itu masih melekat di otak. Tapi tak lama. Segera setelah aku meletakkan helm, lalu tengak tengok di sekitar sambil menyapa teman-teman hash yang sudah hadir, pikiran itu segera berubah. Di menit pertama saja aku menarik Mas Hendro untuk foto di salah satu sudut.

Dan setelah usai senam bersama, start jalan lewat jalan setapak wahhh... aku sudah langsung berkobar-kobar. Udah langsung nanjak, lalu turun dengan curam, landai masing mengikuti jalan setapak, memutari bukit, lalu nanjak lagi, sesekali cukup ekstrem, lalu turun lagi, masuk ke bukit selanjutnya, nanjak lagi, turun lagi, begitu seterusnya. Lewat tanjakan-tanjakan yang membuat ngos-ngosan tapi asyik banget karena begitu sejuk. Masih banyak pepohonan dan semak, panas matahari tidak terlalu terik.

Beberapa tempat ada penambangan yang menggerus bukit-bukit. Tampaknya kalau difoto itu sangat indah. Tapi itu bagian sedihnya. Tempat yang begitu indah, sangat dekat dengan kota, eh malah dalam kota, jangan sampai hancur oleh kepentingan bisnis ekonomi. Jangan sampai rusak karena menggerus kekayaan alam itu.

Tidak jauh rute kali ini, dengan segala  pikiran, perasaan, juga pegel kaki karena tanjakan dan turunan, aku didominasi oleh rasa syukur. Bahkan di turunan terakhir aku terguling, setelah terpeleset, aku tetap dipenuhi rasa syukur.